PENGERTIAN HUKUM ADAT
2.1.Pengertian Hukum Adat Secara
Umum
Hukum Adat adalah
aturan kebiasaan manusia dalam hidup bermasyarakat. Sejak manusia itu
diturunkan Tuhan ke muka bumi, maka ia memulai hidupnya berkeluarga, kemudian
bermasyarakat, dan kemudian bernegara. Sejak manusia itu berkeluarga mereka
telah mengatur dirinya dan anggota keluarganya menurut kebiasaan mereka ,
misalnya , misalnya ayah pergi berburu atau mencari akar-akaran untuk bahan
makanan, ibu menghidupkan api untuk membakar hasil buruan kemudian bersantap
bersama. Perilaku kebiasaan itu
berlaku terus menerus, sehinga merupakan pembagian kerja yang tetap.
Maka dilihat dari perkembangan hidup manusia, terjadinya hukum itu mulai
dari pribadi manusia yang diberi Tuhan akal pikiran dan perilaku. Perilaku yang
terus menerus dilakukan perorangan menimbulkan “kebiasaan pribadi”. Apabila
kebiasaan pribadi itu ditiru oleh orang lain, maka ia akan juga menjadi
kebiasaan orang itu. Lambat laun diantara orang yang
satu dan orang yang lain di dalam kesatuan masyarakat melakukan perilaku
kebiasaan tadi. Kemudian apabila seluruh anggota masyarakat melakukan perilaku
kebiasaan tadi, maka lambat laun kebiasaan itu menjadi “Adat” dari masyarakat
itu. Adat adalah kebiasaan masyarakat, dan
kelompok-kelompok masyarakat lambat laun menjadikan adat itu sebagai adat yang
seharusnya berlaku bagi semua anggota masyarakat, sehingga menjadi “Hukum
Adat”. Jadi Hukum Adat adalah Adat
yang diterima dan harus dilaksanakan dalam masyarakat yang bersangkutan. (Hilman
Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat
Indonesia, hal. 1)
2.2.Pengertian Hukum Adat Dibeberapa Daerah
Dibeberapa daerah memang antara
“adat” dan “hukum adat” tidak ada perbedaan, apalagi masyarakat yang tidak
mempelajari hokum adat seagai ilmu pengetahuan, jadi apabila disebutkan istilah
“adat” maka yang di dalamnya termasuk pula “hokum adat”. Berikut akan
disampaikan pengertian adat tersebut menurut masyarakat dibeberapa daerah,
antara lain :
1. Di Minangkabau
* Adat yang sebenarnya adat
Yang dimaksud adat adalah adat yang
tidak lekang di panas dan tidak lapuk di hujan, yaitu adat ciptaan Tuhan Yang
Maha Pencipta. Seperti dikatakan “ Ikan adatnya di air, air adatnya membasahi,
pisau adatnya melukai, dan lain sebagainya.
Jadi adat adalah perilaku alamiah,
karena sudah merupakan ketetapan Tuhan yang tidak berubah, sudah merupakan
sifat perilaku yang seharusnya demikian. Hal ini menunjukkan bahwa hukum adat
itu dipengaruhi oleh ajaran keagamaan, segala sesuatunya dipengaruhi oleh Tuhan
Yang Mah Esa.
·
Adat istiadat
Adat adalah
sebagai aturan (kaidah) yang ditentukan oleh nenek moyang (leluhur) yang di
Minangkabau dikatakan berasal dari Ninik Katamanggungan dan Ninik Parpatih Nan
Sabatang di Balai Balairung Periangan Padang Panjang. Sebagaimana dikatakan
“Negeri berpenghulu, suku berbah perut, kampong bertua, rumah bertungganai,
diasak layu dibubut mati”.
Dalam hal ini adat mengandung arti
kaidah-kaidah aturan kebiasaan yang berlaku tradisional sejak zaman Poyang asal
sampi ke anak cucu di masa sekarang. Aturan ini umumnya tidak mudah berubah.
·
Adat nan diadatkan
Yaitu adat sebagai aturan (kaidah) yang ditetapkan atas
dasar “bulat mufakat” para penghulu, tua-tua adat, cerdik pandai, dalam majelis
kerapatan adat atas dasar ”halur” dan “patut”.
·
Adat nan teradat
Yaitu kebiasaan bertngkah laku yang dipakai karena tiru
meniru diantara anggota masyarakat. Karena perilaku kebiasaan itu sudah
terbiasa dipakai, maka dirasakan tidak baik ditingalkan. (Hilman Hadikusuma,
Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia ,
hal. 11)
2. Di Bugis.
Seperti halnya di Minangkabau, di tanah Bugis Adat
berarti termasuk hukum adat yang disebut dengan istilah “ade” atau “ada”,
sebagaimana beberapa contoh sebagai berikut :
·
Ade’ Pura Ouro
Yang dimaksud adalah adat yang sudah tetap yang tidak boleh
dirubah, karena sudah disepakati bersama oleh raja dan rakyat untuk
dilaksanakan dan ditaati yang telah dipersaksikan kehadapan Dewata Yang Esa .
Apabila ketentuan tersebut diubah atau dibatlkan, maka negeri akan rusak,
karena menyalahi sesuatu yang sudah betul dan menyingkirkan kejujuran
·
Ade’ Assituruseng
Yang dimaksud
adalah adat yang ditetapkan atas persetujuan antara raja dan rakyat. Yang dapat
berubah apabila dalam pelaksanannya masih bercacat atau karena tidak dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat. Perubahannya dapat dilakukan dengan
musyawarah dan mufakat.
·
Ade’ Maraja ri Arungngo
Yang dimaksud ialah adat yang berlaku bagi raja dan para
bangsawan, yang berasaldari Ade’ Assiturusong, karena dianggap tidak ada lagi
cacatnya maka harus dilaksanakan raja dan bangsawan.
·
Ade Abiasang ri Wanue
Yang dimaksud adalah adat yang berlaku bagi seluruh rakyat
atas dasar persetujuan bersama yang tidak tercatat lagi dan harus dilaksanakan
seterusnya oleh rakyat.
·
Ade’ Taro Anang
Yaitu adat yang lahir dari tua-tua
desa yang intinya mengatakan :”Lluka taro Datu telluka taro Ade’, lluka taro
Ade’ telluka taro Anang, lluka taro Anang telluka taro ta ma ega” (Batal
ketetapan raja tak batal ketetapan dewan Pemangku Adat, batal keketapan Dewan
Pemangku Adat tak batal ketetapan Tua-tua Adat, batal ketetapan Tua-tua Adat
tak batal ketetapan orang banyak).
Kesimulannya
bahwa keputusan rakyat itu diatas keputusan yang lain. ( Hilman
Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia ,
hal 12).
2.3.Pengertian Hukum Adat Menurut Para Sarjana
Barat
Di dalam mempelajari
sesuatu, kita akan menemui kesulitan dan tidak akan dapat mencapai kesempurnan apabila kita belum mengetahui apa
yang sebenarnya kita pelajari. Demikian pula ketika kita belajar Hukum Adat,
kita harus mengetahui lebih dahulu devinisi atau pengertian, apa yang disebut
Hukum Adat. Di bawah akan disampaikan beberapa devinisi atau pengertian Hukum
Adat menurut beberapa beberapa sarjana Barat, antara lain :
1. Prof.Dr.C.
van Vollenhoven
Hukum Adat adalah : Aturan-aturan perilaku yang berlaku bagi orang-orang
pribumi dan orang-orang Timur asing, yang positif yang disatu fihak
mempunyai sanksi (oleh karena itu : “Hukum”) dan difihak lain dalam keadaan
tidak dikodifikasikan (oleh karena itu :”Adat”). ( Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia , h. 13)
Pada
devinisi di atas setidaknya ada tiga ciri yang dimiliki oleh Hukum Adat, yaitu
:
-
Positif ,
Artinya
bahwa hukum itu dinyatakan resmi berlaku pada waktu dan tempat yang tertentu (
yaitu di sini dan pada saat ini).
-
Mempunyai sanksi,
Artinya
ada reaksi/ konsekwensi dari fihak lain atas pelanggaran suatu norma hukum
(termasuk Hukum Adat)
-
Kodifikasi,
Artinya
pembukuan secara sistematis suatu daerah/ lapangan/ bidang hukum tertentu
sebagai kesatuan secara bulat, lengkap dan tuntas (Demikan pengertian
kodifilasi menurut Prof. Djojodigoeno)
Van
Vollenhoven adalah orang pertama yang menjadikan hukum adat sebagai ilmu
pengetahuan, sehingga adat menjadi sejajar dengan hukum dan ilmu hukum yang
lain. Beliau juga menggambarkan
perbedaan antara hokum barat dengan hokum adat sebagai brikut :
“Dalam ilmu hukum barat banyak terdapat lembaga hukum (Rechinstellingen) dan kaidah-kaidah hukum (Rechtregels) yang tidak berdasarkan atau tidak ada kaitannya
dengan factor-faktor religio dalam hukum, asal saja bermanfaat dan memberikan
keuntungan praktis. Tetapi di dalam hukum adat banyak lembaga-lembaga hukum dan
kaidah-kaidah hukum yang berhubungan duni di luar dan di atas kemampuan
manusia”. (Hilman Hadikusuma, 1992, 13)
2. Prof. Mr.F.D. Holleman
Holleman sependapat dengan van
Vollenhoven tentang pengertian hukum adat, beliau menyatakan bahwa :
“Hukum itu tidak tergantung pada keputusan”.
Norma-norma hukum adalah norma hidup yang disertai dengan sanksi dan yang
jika perlu dapat dipaksakan oleh masyarakat atau badan-badan yang bersangkutan
agar ditaati dan dihormati oleh ara warga masyarakat. Tidak merupakan masalah
apakah terhadap norma-norma itu telah pernah ada atau tidak adanya keputusan petugas
hukum. ( Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, h.
15)
3. Prof.Dr.B.
Ter Haar Bzn
Beliau membuat dua rumusan tentang Hukum Adat, yang ia sampaikan pada waktu
yang berbeda, yaitu :
a. Pada tahun 1930, pada sebuah pidato
dies dengan judul “Peradilan Landraad berdasarkan hukum tak tertulis” yang
isinya antara lain :
“ Hukum Adat lahir dari dan dipelihara oleh keputusan-keputusan; keputusan
para warga masyarakat hukum, terutama keputusan berwibawa dari kepala-kepala
rakyat yang membantu pelaksanaan perbuatan-perbuatan hukum; atau dalam hal
pertentangan kepentingan, keputusan para hakim yang bertugasn mengadili
sengketa, sepanjang keputusan-keputusan itu – karena kesewenangan atau kurang
pengertian – tidak bertentanan dengan keyakinan hokum rakyat, melainkan senapas
seirama dengan kesadaran tersebut, diterima/ diakui atau setidak-tidaknya
ditolernsikan olehnya “.
b. Dalam orasi tahun 1973;
“Hukum
Adat adalah keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan-keputusan para
fungsionaris hukum yang mempunyai wibawa serta pengaruh dan yang dalam peleksanaannya berlaku serta
merta (spontan) dan dipatuhi dengan sepenuh hati”.
Dalam perumusan Ter Haar tersebut
tersimpul ajaran : Beslissingenleer (Ajaran Keputusan).
4. Roelof
van Dijk
Dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Hukum Adat Indonesia ”,
beliau menyampaikan beberapa hal penting , yaitu
a.
Segala bentuk kesusilaan dan kebiasaan orang Indonesia
yang menjadi tingkah laku sehari- hari antara satu dengan yang lainnya disebut
“Adat’
b. Adat terdiri dari dua bagian,yaitu:
- yang tidak mempunyai akibat hukum
- yang mempunyai akibat hukum
c. Antara dua bagian tersebut tidak ada suatu
pemisah tegas.
d. Bagian yang menjadi hukum adat itu mengandung
pengertian yang lebih luas dari pada istilah hukum di Barat/Eropa
Jadi Hukum Adat itu adalah:
“Semua peraturan tingkah laku macam
apapun yang biasanya dijalankan orang Indonesia (kebiasaan dan kesusilaan)dan
meliputi pula peraturan-peraturan hukum yang mengatur hidup bersama orang
Indonesia”.
- Adat
dan Hukum Adat adalah seiring dan tidak dapat dipisahkan.
Yang
membedakan diantara keduanya hanyalah adanya akibat hukum (sanksi).
Lebih lanjut mengenai
devinisi hukum adapt, Roelof Van Dijk
dalam bukunya “Sameleving en adartrechtsvorming” (Pergaulan hidup dan
pembentukan hukum adat) menguraikan sebagai berikut:
“Hukum
adat terbentuk dan terbina dalam keputusan dan tingkah
laku dari aparat-aparat masyarakat dan persekutuan dalam hubungan ikat-mengikat.
batas- membatasi dan jalin-menjalin
dalam rangka kesatuan tata-sosial dan tata hukum tempat mereka berfungsi”.
5. Prof. Dr. J.H.A. Logemaan
Menurut Logemaan, Hukum adat tidak mutlak sebagai Hukum Keputusan, lebih
jauh dia mengatakan Bahwa :
“Norma-norma yang hidup itu adalah norma-norma
kehidupan bersama, yang merupakan aturan-aturan perilaku yang harus diikuti
oleh semua warga dalam pergaulan hidup besama……” ( Hilman Hadikusuma, 1992, 15)
3.
Pengertian Hukum Adat Menurut Sarjana
Indonesia
1. Prof. DR. Soepomo
Pendapat Supomo dalam beberapa catatan mengenai
“Kedudukan Hukum Adat”, diantaranya ia menulis :
-
Dalam
Tata hukum baru Indonesia istilah Hukum Adat ini dipakai
sebagai sinonim dari hukum yang tidak tertulis di dalam peraturan legislative (non-statutory law)
-
Hukum
yang hidup sebgai konvensi di badan-badan hukum Negara (Parlemen, Dewan-dewan
Propinsi dan sebagainya;
-
Hukum
yang timbul karena putusan-putusan Hakim (Judgemade
Law);
-
Hukum
yang hidup sebagai peraturan kebiasaan yang dipertahankan di dalam pergaulan
hidup baik di kota-kota maupun di
desa-desa (Customary Law).
Dari devinisi yang
disampaikan Supomo tersebut kita bisa mengambil kesimpulan bahwa: “ Hukum adat itu ternyata tidak hanya
peraturan yang hidup dan dipertahankan sebagai peraturan adat dalam masyarakat,
tapi meliputi juga kebiasaan-kebiasaan dalam lapangan ketatanegaraan (Convention) dan kehakiman atau peradilan”.
2. Prof.
DR. Soekanto
Dalam bukunya “Meninjau Hukum Adat
Indonesia” ia sampaikan bahwa :
“Kompleks Adat-adat inilah yang kebanyakan tidak dibukukan, tidak dikodifikasikan
, bersifat paksaan (dwang) dan
mempunyai akibat hukum (Rechtsgevolg)…..”
Kesimpulannya menurut beliau Hukum Adat
itu mempunyai cirri-ciri :
- Tidak
dibukukan ;
- Tidak
dikodifikasikan ;
- Bersifat
paksaan dan
- Mempunyai
akibat hukum
3. Prof. Mr. DR.Hazairin
Di Dalam pidato inagurasinya
yang berjudul : “Kesusilaan dan Hukum” pada prinsipnya beliau mengatakan bahwa :
- Hukum
adat mempunyai hubungan yang erat dengan kesusilaan.
- Adat adalah
endapan (resapan) kesusilaan dalam masyrakat, artinya kaedah kaedah kesusilaan
yang kebenaranya telah mendapat pengakuan umum dalam masyarakat.
- Meskipun
ada perbedaan sifat dan corak antara kaedah kesusilaan dengan kaedah hukum,
namun perbuatan yang oleh hukum dilarang, menurut kesusilaan juga dicela.
Sebaliknya perbuatan yang oleh hokum disuruh, menurut kesusilssn juga
dianjurakan.
- Norma - norma yang tidak
dapat terpelihara lagi oleh
kaedah – kaedah kesusilaan, maka
diusahakan pemeliharanya oleh kaedah hukum.
- Kaedah
hukum adalah kaedah yang tidak hanya didasarkan
pada kebesaran pribadi, tapi mengekang pula kebebasan itu dengan suatu
gertakan /ancaman/ paksaan yang disebut ancaman hukum penguat hukum.
4. Prof.
Mr. DR . Djojodigoeno
Hukum adalah suatu karya masyarakat tertentu yang
bertujuan tata yang adil dalam tingkah laku dan perbuatan orang dalam
perhubungan pamrihnya serta kesejahteraan itu sendiri yang menjadi substratumnya (dasarnya/ alasnya).
Jadi karya masyarakat itu bertujuan :
-
tata;
-
keadilan;
-
kesejahteraan masyarakat yang menjadi substratumnya.
Dalam kenyataannya memang dapat
kita bedakan adanya dua system hukum, yaitu :
1. Sistem hukum yang menghendaki kodifikasi;
2. Sistem hukum yang tidak menghendaki kodifikasi
(inilah yang disebut Hukum Adat).
Disini tampak jelas adanya perbedaan antara hukum dengan Hukum Adat, dimana
Hukum Adat adalah hukum yang tidak menghendaki kodifikasi.
Dasar pembedaan yang lain
adalah terletak pada wujud/ bentuk pernyataannya. Menurut Prof. Djojodigoeno,
dilihat dari pernyataannya hukum itu dapat diperinci dalam dua kategori, yaitu
:
1.
Pernyataan melalui kekuasan Negara, disini ada 3 jenis, yaitu :
-
Berujud perundang-undangan;
-
Berujud Jurisprudensi;
-
Berujud
keputusan kekuasaan tertinggi dari Negara.
2. Pernyataan yang langsung diselenggarakan oleh
rakyat, disini ada 3 jenis, yaitu :
-
Berujud
tingkah laku dan perbuatan para anggota masyarakat;
-
Berujud
keputusan brakyat dalam berbagai lembaga kemasyarakatan;
-
Pemberontakan
melawan kekuasaan Negara dan perang saudara.
5. Prof.
Kusumadi Pudjosewojo, SH.
Berpijak pada apa yang
disampaikan oleh Soepomo dan Kusumadi
sendiri tentang apa yang termasuk Hukum Adat,
dan apa yang disampaikan Kusumadi pula dalam kontek yang sama
yang membedakan antara Hukum Adat dengan “Adat
Recht”.
Memang tidak selamanya dapat
diterima/ dibenarkan apabila Adat Recht itu disamakan dengan Hukum Adat, karena
Hukum Adat itu bukan suatu lapangan hukum tersendiri disamping semua lapangan hukum
yang telah ada ( Hukum Pidana, Hukum Perdata, Hukum Dagang, HTN, dan lain
lain), melainkan Hukum Adat itu meliputi semua lapangan hukum tersebut,
sepanjang mengenai bagian-bagian yang tidak tertulis.
Untuk selanjutnya yang
tertulis itu disebut Perundang-undangan, sedangkan yang tidak tertulis disebut
Adat, sehingga dalam Negara ini ahirnya terdapat Dua macam hukum untuk
masing-masing lapangan hukum , yaitu :
- Hukum Perdata Perundang-undangan dan Hukum
Perdata Adat
- Hukum Pidana Perundang-undangan dan Hukum Pidana
Adat
- Hukum Dagang Perundang-undangan dan Hukum Dagang
Adat
- HTN Perundang-undangan dan HTN Adat,
- dan lain-lain.
Untuk lebih jelasnya dalam
membedakan Adat Recht dengan Hukum Adat perlu kiranya disampaikan uraian
tentang “Adat Recht” tersebut sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Van
Vollenhoven, bahwa yang disebut “Adat Recht” itu adalah :
“Keseluruhan
aturan tingkah laku yang berlaku bagi Bumi Putra dan orang Timur Asing, yang
mempunyai upaya pemaksa, lagi tidak dikodifikasikan”.
Jadi
jelasnya Adat Recht itu unsurnya adalah :
-
Keseluruhan
aturan tingkah laku bagi Bumi Putra dan orang Timur Asing;
-
Ada
sanksinya;
-
Dalam keadaan tidak dikodifikasikan.
Sedangkan Hukum Adat adalah :
“
Keseluruhan aturan tingkah laku yang adat dan sekaligus hukum”.
Atau :
“ Keseluruhan aturan hukum yang tidak
tertulis”.
Jadi HUKUM ADAT = HUKUM YANG TIDAK TERTULIS
( Pasal 32 UUDS 1950).
Dari uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa, pada intinya antara Hukum Adat dengan Adat
Recht itu memang ada persamaan dan perbedaannya.
-
Persamaannya,
Hukum Adat dan Adat Recht keduanya adalah sebagai hukum yang tidak tertulis;
-
Perbedaannya,
Hukum Adat adalah segala hokum yang tidak tertulis (semua tidak tertulis),
sedangkan Adat Recht sebagian ada yang tertulis.
Selanjutnya Kusumadi memperjelas maksudnya sebagai berikut :
“ Oleh pengundang-undang Hindia
Belanda terhadap golongan-golongan rakyat tertentu dalam bidang-bidang
tertentu, “Adat Recht”nya telah dihapuskan kekuatan hukumnya, misalnya :
terhadap orang Timur Asing, karena terhadap mereka diberlakukan hokum
perundang-undangan. Tetapi disamping hokum perundang-undangan itu sekarang
dalam bidang-bidang tadi masih sepenuhnya akan berlaku Hukum Adatnya (hukumnya
yang tidak tertulis)”.
6. Bushar
Muhammad
Berpijak dari apa yang
telah disampaikan oleh Supomo dan Hazairin, beliau menyimpulkan bahwa :
“ Hukum Adat terutama hukum yang mengatur tingkah laku manusia
Indonesia dalam hubungannya satu sama
lain, baik yang merupakan keseluruhan kelaziman, kebiasaan dan kesusilaan yang benar-benar hidup di masyarakat
Adat, karena dianut dan dipertahankan oleh anggota-anggota masyarakat itu,
maupun yang merupakan keseluruhan peraturan yang mengenal sanksi atas
pelanggaran dan yang ditetapkan dalam keputusan-keputusan para penguasa Adat
(mereka yang mempunyai kewibawaan
dan berkuasa memberi keputusan
dalam masyarakat Adat itu) yaitu : dalam keputusan Lurah, Penghulu, Pembantu
Lurah, Wali Tanah, Kepala Adat, Hakim“.
Kesimpulannya
benar apa yang dikatakan Ter Har dalam bukunya: “Azas-azas dan Susunan Hukum Adat” yang dikutib oleh Imam Sudiyat
bahwa :
“ Peradilan menurut Hukum Adat melanjutkan segala sesuatu
yang ada dalam hidup kemasyarakatan dan telah mendapatkan bentuk sebagai
hukum”. (Imam Sudiyat, Azas-azas Hukum
Adat, hal 21).
kalau boleh nanya penerbit buku" nya apa aja?
BalasHapussumbernya darimana?
BalasHapus