ISTILAH HUKUM
ADAT
1.1.Sejarah Penggunaan Istilah
Hukum Adat
Sebenarnya istilah Hukum Adat
hanya merupakan istilah teknis ilmiah, yang menunjukkan aturan-aturan kebiasaan
yang berlaku di kalangan masyarakat yang tidak berbentuk peraturan perundangan
yang dibentuk oleh penguasa pemerintahan. Dikalangan masyarakat umum banyak
digunakan istilah “Adat” saja untuk
menyebut kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di masyarkat tertentu, misalnya
kebiasaan masyarakat Jawa dengan sebutan “Adat Jawa”, kebiasaan masyarakat
Minangkabau dengan sebutan “Adat Minangkabau” dan lain sebagainya.
Apabila kita telusuri lebih
jauh kebelakang istilah Hukum Adat itu sendiri berasal dari bahasa Arab “Huk’m” dan “Adah”. Huk’m (jamaknya “Ahkam”) artinya “suruhan” atau “ketentuan” , dan Adah atau Adat artinya kebiasaan, yaitu
perilaku masyarakat yang selalu terjadi. Jadi Hukum Adat adalah hukum
kebiasaan. (Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia , h.8)
Istilah Hukum Adat yang
mengandung arti aturan kebiasaan sudah lama dikenal di Indonesia. Dimasa
kekuasaan Sultan Iskandar Muda (1607-1636) Aceh Darussalam yang memerintahkan dibuatnya
kitab hukum Makuta Alam istilah hokum
Adat sudah dipakai. Kemudian istilah Hukum Adat ini jelas lagi dipakai di dalam
kitab hokum Safinatul Hukam Fi Takhlisil Khassam yang ditulis oleh Jalaluddin
bin Syeh Muhammad Kamaluddin Anak Kadhi Baginda Khatib negeri Trussan. Di dalam
kitab tersebut dikatakan bahwa dalam memeriksa perkara , maka Hakim harus
memperhatikan Hukum Syara’, Hukum Adat, serta Adat dan Ressam.
Selanjutnya akan disampaikan disini tentang penggunaan
istilah Hukum Adat itu sendiri. Mempelajari Hukum Adat, didalamnya kita mempelajari
kebiasaan dan tradisi yang berlaku di masyarakat yang sebagian orang juga
mmenyebutnya sebagai adat-istiadat. Persoalannya adalah, mengapa dalam hal ini
kita menggunakan istilah Hukum Adat ?.
Istilah “Hukum Adat” diambil
dari terjemahan “Adat-Recht” yang dikemukakan dan dipergunakan pertama kali oleh
Snouck Hurgronye yang kemudian dipakai dalam bukunya “De Atjehers” (Orang-orang Aceh). Buku ini ditulis sebagai hasil
penenlitiannya terhadap adat-istiadat, tradisi dan kebiasaan-kebiasaan orang
–orang Aceh. Istilah “Adat Recht” kemudian dipakai pula oleh Van Vollenhoven”
dalam buku-bukunya tentang Hukum Adat, yaitu “Het Adat-Recht van Nederlandsch Indie” (Hukum Adat Hindia Belanda).
(Imam Sudiyat, 1978, hal. 1).
Berlatar
belakang hal tersebut maka sudah selayaknya apabila di dalam mempelajari adat
istiadat, tradisi dan kebiasaan-kebiasaan yang berhubungan dengan hukum, kita
memakai istilah Hukum Adat, bukan hukum tradisi, hukum kebiasaan ataupun yang
lainnya.
Tentang
istilah “Adat” dan “Hukum Adat” dalam hal ini tidak ada perbedaan, artinya
apabila disebut Adat, maka yang dimaksudkan adalah hukum Adat.
1.2.Istilah Hukum Adat Diberbagai Masyarakat
Berbagai
masyarakat hukum di Indonesia, masing-masing mempunyai adat istiadat dan
kebiasaan yang berbebeda, istilah untuk menyebut adat istiadat dan kebiasaan
itupun juga berbeda-beda. Beberapa daerah dapat disebutkan antara lain :
-
Masyarakat Gayo, menyebut dengan istilah
Odot (eudeut);
-
Jateng dan Jatim,
menyebut dengan istilah Ngadat;
-
Minangkabau, menyebut dengan istilah Lembaga/ Adat lembaga;
-
Minahasa, menyebut
dengan istilah Adat Kebiasaan;
-
Batak
Karo, menyebut dengan istilah Basa (bicara).
1.3.Istilah Hukum Adat Diberbagai Peraturan
Perundang-Undangan
Demikian
pula di dalam peraturan perndang-undangan yang pernah berlaku di Indonesia,
digunakan beberapa istilah yang berbeda-beda, yaitu :
1. Di dalam AB (Algemene Bepalingen van
Wetgeving), dipakai istilah “Godsdistige Wetten, Volkinstellingen en
Gebruiken”, artinya Peraturan-perturan keagamaan, lembaga-lembaga rakyat dan
kebiasaan-kebiasaan.
2.
Di dalam RR ( Regerings Reglemen) pasal 75, dipakai
istilah “Godsdistige Wetten, Instellingen en Gebruiken”, artinya
Peraturan-perturan keagamaan, lembaga-lembaga dan kebiasaan-kebiasaan .
3.
Di dalam RR ( Regerings Reglemen) pasal 78 ayat 2,
dipakai istilah “Godsdistige Wetten en OudeHerkomsten”, artinya Peraturan-perturan
Keagamaan, dan Naluri-naluri .
4.
Di dalam IS (Indische Staatregeling) pasal 128 ayat 4,
dipakai istilah “Instellingen des Volk”, artinya Lembaga-lembaga dari Rakyat.
5.
Di dalam IS (Indische Staatregeling) pasal 131 ayat 2
sub b, dipakai istilah “Met Hunne Godsdiensten en Gewoonten Samenhangende
Rechts Regelen”, artinya Aturan-aturan Hukum yang Berhubungan dengan Agama-agama dan Kebiasaan-kebiasaan
mereka.
6. Di dalam Stb. 1929 No. 221 Jo. No. 487,
dipakai istilah “Adat Recht”, artinya Hukum Adat. (Imam Sudiyat, Azas-azas
Hukum Adat, hal. 1)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar