Selasa, 04 Desember 2012

Istilah Hukum Adat


ISTILAH  HUKUM  ADAT

1.1.Sejarah Penggunaan Istilah Hukum Adat
                  Sebenarnya istilah Hukum Adat hanya merupakan istilah teknis ilmiah, yang menunjukkan aturan-aturan kebiasaan yang berlaku di kalangan masyarakat yang tidak berbentuk peraturan perundangan yang dibentuk oleh penguasa pemerintahan. Dikalangan masyarakat umum banyak digunakan istilah  “Adat” saja untuk menyebut kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di masyarkat tertentu, misalnya kebiasaan masyarakat Jawa dengan sebutan “Adat Jawa”, kebiasaan masyarakat Minangkabau dengan sebutan “Adat Minangkabau” dan lain sebagainya.
                    Apabila kita telusuri lebih jauh kebelakang istilah Hukum Adat itu sendiri berasal dari bahasa Arab “Huk’m” dan “Adah”. Huk’m (jamaknya “Ahkam”) artinya “suruhan” atau “ketentuan”  , dan Adah atau Adat artinya kebiasaan, yaitu perilaku masyarakat yang selalu terjadi. Jadi Hukum Adat adalah hukum kebiasaan. (Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, h.8)
                  Istilah Hukum Adat yang mengandung arti aturan kebiasaan sudah lama dikenal di Indonesia. Dimasa kekuasaan Sultan Iskandar Muda (1607-1636)  Aceh Darussalam yang memerintahkan dibuatnya kitab hukum Makuta Alam istilah hokum Adat sudah dipakai. Kemudian istilah Hukum Adat ini jelas lagi dipakai di dalam kitab hokum Safinatul Hukam Fi Takhlisil Khassam yang ditulis oleh Jalaluddin bin Syeh Muhammad Kamaluddin Anak Kadhi Baginda Khatib negeri Trussan. Di dalam kitab tersebut dikatakan bahwa dalam memeriksa perkara , maka Hakim harus memperhatikan Hukum Syara’, Hukum Adat, serta Adat dan Ressam.
                  Selanjutnya akan disampaikan disini tentang penggunaan istilah Hukum Adat itu sendiri. Mempelajari Hukum Adat, didalamnya kita mempelajari kebiasaan dan tradisi yang berlaku di masyarakat yang sebagian orang juga mmenyebutnya sebagai adat-istiadat. Persoalannya adalah, mengapa dalam hal ini kita menggunakan istilah Hukum Adat ?.
                  Istilah “Hukum Adat” diambil dari terjemahan    “Adat-Recht” yang dikemukakan dan dipergunakan pertama kali oleh Snouck Hurgronye yang kemudian dipakai dalam bukunya “De Atjehers” (Orang-orang Aceh). Buku ini ditulis sebagai hasil penenlitiannya terhadap adat-istiadat, tradisi dan kebiasaan-kebiasaan orang –orang Aceh. Istilah “Adat Recht” kemudian dipakai pula oleh Van Vollenhoven” dalam buku-bukunya tentang Hukum Adat, yaitu “Het Adat-Recht van Nederlandsch Indie” (Hukum Adat Hindia Belanda). (Imam Sudiyat, 1978, hal. 1).
                  Berlatar belakang hal tersebut maka sudah selayaknya apabila di dalam mempelajari adat istiadat, tradisi dan kebiasaan-kebiasaan yang berhubungan dengan hukum, kita memakai istilah Hukum Adat, bukan hukum tradisi, hukum kebiasaan ataupun yang lainnya.
                  Tentang istilah “Adat” dan “Hukum Adat” dalam hal ini tidak ada perbedaan, artinya apabila disebut Adat, maka yang dimaksudkan adalah hukum Adat.
1.2.Istilah Hukum Adat Diberbagai Masyarakat
                 Berbagai masyarakat hukum di Indonesia, masing-masing mempunyai adat istiadat dan kebiasaan yang berbebeda, istilah untuk menyebut adat istiadat dan kebiasaan itupun juga berbeda-beda. Beberapa daerah dapat disebutkan antara lain :
-           Masyarakat Gayo, menyebut dengan istilah  Odot (eudeut);
-          Jateng dan Jatim, menyebut dengan istilah Ngadat;
-          Minangkabau, menyebut dengan istilah Lembaga/ Adat  lembaga;
-           Minahasa, menyebut dengan istilah Adat Kebiasaan;
-           Batak Karo, menyebut dengan istilah Basa (bicara).

1.3.Istilah Hukum Adat Diberbagai Peraturan Perundang-Undangan
                  Demikian pula di dalam peraturan perndang-undangan yang pernah berlaku di Indonesia, digunakan beberapa istilah yang berbeda-beda, yaitu :
1. Di dalam AB (Algemene Bepalingen van Wetgeving), dipakai istilah “Godsdistige Wetten, Volkinstellingen en Gebruiken”, artinya Peraturan-perturan keagamaan, lembaga-lembaga rakyat dan kebiasaan-kebiasaan.
2.      Di dalam RR ( Regerings Reglemen) pasal 75, dipakai istilah “Godsdistige Wetten, Instellingen en Gebruiken”, artinya Peraturan-perturan keagamaan, lembaga-lembaga dan kebiasaan-kebiasaan .
3.      Di dalam RR ( Regerings Reglemen) pasal 78 ayat 2, dipakai istilah “Godsdistige Wetten en OudeHerkomsten”, artinya Peraturan-perturan Keagamaan, dan Naluri-naluri .
4.      Di dalam IS (Indische Staatregeling) pasal 128 ayat 4, dipakai istilah “Instellingen des Volk”, artinya Lembaga-lembaga dari Rakyat.
5.      Di dalam IS (Indische Staatregeling) pasal 131 ayat 2 sub b, dipakai istilah “Met Hunne Godsdiensten en Gewoonten Samenhangende Rechts Regelen”, artinya Aturan-aturan Hukum yang Berhubungan  dengan Agama-agama dan Kebiasaan-kebiasaan mereka.
6.      Di dalam Stb. 1929 No. 221 Jo. No. 487, dipakai istilah “Adat Recht”, artinya Hukum Adat. (Imam Sudiyat, Azas-azas Hukum Adat, hal. 1)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar