Izin Bidang Pertambangan
1. Hal-hal Umum tentang Kuasa Pertambangan
Izin usaha bidang
pertambangan, yang dikenal dengan istilah kuasa pertambangan, yang pertama kali
pengguanaan istilahnya adalah di dalam Undang-Undang Nomor 37 Prp. Tahun 1960,
tentang pertambangan, adalah salah satu bentuk perizinan atau dasar hukum untuk
melakukan usaha pertambangan.
Tentang pengertian kuasa
pertambangan itu sendiri akan dipaparkan sebagi berikut :
Kuasa
pertambangan, terdiri dari dua kata, yaitu kuasa dan pertambangan.
·
Kuasa
(volmacht, gezag, authority), adalah
wewenang atas sesuatu atau untuk menentukan dengan (memerintah, mewakili,
mengurus)
·
Pertambangan
(mijnbouw, mining), adalah kegiatan
teknologi dan bisnis yang berkaitan dengan industri pertambangan mulai dari
prospeksi, eksplorasi, evaluasi, penambangan, pengolahan, pemurnian,
pengangkutan, sampai pemasaran.
· Jadi Kuasa Pertambangan (mining authorization), adalah wewenang yang diberikan kepada
badan/ perseorangan untuk melakukan usaha pertambangan.
Hakikat kuasa pertambangan adalah pemberian wewenang/izin
kepada seseorang atau badan hukum untuk melakukan usaha pertambangan. Apabila
dibandingkan dengan konsesi (concessive)
pertambangan, keduanya memang ada persamaannya, yaitu keduanya sebagai dasar
yang member izin untuk melakukan usaha pertambangan.
Disamping ada persamaan, konsesi dan
kuasa pertambangan memiliki perbedaan yang prinsipil, yaitu:
a. Konsesi adalah hak pertambangan yang luas dan
kuat, artinya pemegang konsesi langsung menjadi pemilik atas bahan galian yang
diusahakannya, sedangkan kuasa pertambangan hanyalah kekuasaan untuk melakukan
usaha pertambangan dan tidak memberikan hak pemilikan atas bahan galian yang
diusahakannya.
b. Konsesi pertambangan adalah hak kebendaan (property rights), sehingga dapat
dijadikan sebagai jaminan hipotik, sedangkan kuasa pertambangan merupakan izin
unsaha untuk melakukan kegiatan pertambangan pada tempat (areal) tertentu.
c. Konsesi pertambangan diatur bersamaan dengan
hak-hak lain yang lebih luas, sedangkan kuasa pertambangan dietur secara
terpisah dengan hak-hak atas sumber daya alam lainnya yang terkait dengan usaha
pertambangan (tanah, hutan, perkebunan, dan lain sebagainya).
d. Konsesi pertambangan diberikan kepada badan hukum/ perseorangan yang tunduk
kepada hukum Pemerintah Hinia Belanda, sedangkan kuas pertambangan
diberikan kepada mereka yang tunduk
kepada hukum Indonesia (. (Adrian
Sutedi, SH.,MH. Hal. 262).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral melalui Direktur
Jenderal Mineral, Batu Bara dan Panas Bumi mengeluarkan Surat Edaran Bersama
Nomor 03E/31/DJB/2009, Tentang Perizinan Pertambangan Mineral dan Batu Bara,
sebelum terbitnya Peraturan Pemerintah sebagai Pelaksanaan Undang-Undang Nomor
4 Tahun 2009.
Di dalam Surat Edaran sebagai pelaksanan Undang-Undang
tahun 2009 tersebut, ditentukan hal-hal sebagai berikut :
a. Gubernur
dan Bupati/ Walikota di seluruh Indonesia agar memperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
1. Kuasa
pertambangan yang telah ada sebelum berlakunya UU PMB 2009, termasuk
peningkatan terhadap kegiatannya tetap diberlakukan sampai jangka waktu berakhirnya
Kuasa Pertambangan dan wajib disesuaikan menjadi IUP (Izin Usaha Pertambangan)
berdasarkan UU PMB 2009 paling lambat 1 (satu) tahun sejak berlakunya UU PMB
2009.
2. Menghentikan
sementara penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) baru sampai dengan
diterbitkannya Peraturan Pemerintah sebagai pelaksana UU PB 2009.
3. Berkoordinasi
dengan Direktorat Jenderal Mineral, Batu Bara dan Panas Bumi atas semua
permohonan peningkatan tahap kegiatan Kuasa Pertambangan termasuk
perpanjanganny untuk diproses sesuai dengan UU PMB 2009.
4. Menyampaikan
kepada Menteri Energi dan umber Daya Mineral melalui Direktorat Jenderal
Mineral, Batu Bara, dan Panas Bumi, semua permohonan Kuasa Pertambangan yang
telah diajukan , dan telah mendapat pesetujuan pecadangan wilayah sebelum
berlakunya UU PMB 2009, untuk dievaluasi dan diverifikasi dalam rangka
mempersiapkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang tata ruang nasional, paling lama 1
(satu) bulan sejak SE diterbitkan.
5. Memberitahukan
kepada para pemegang Kuasa Pertambangan yang telah melakukan tahapan kegiatan
eksplorasi atau eksplotasi paling lambat 6 (enam) bulan sejak berlakunya UU PMB
2009 harus menyampaikan rencana kegiatan pada seluruh wilayah Kuasa
Pertambangan sampai dengan jangka waktu berakhirnya Kuasa Pertambangan untuk
mendapatkan persetujuan pemeri izin Kuasa Pertambangan, dengan tembusan kepada
Direktur Jenderal Mineral, Batu Bara dan Panas Bumi.
6. Surat
Keputusan Kuasa Petambangan yang diterbitkan Menteri, Gubernur, dan Bupati/
Walikota setelah tanggal 12 Januari 2009 dinyatakan batal dan tidak berlaku.
7. Direktorat
Jenderal Mineral, Batu Bara dan Panas Bumi akan mengeluarkan format penerbitan
IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi.
8. Permohonan
baru Sura Izin Pertambangan Daerah bahan galian golongan C termasuk
perpanjangannya yang diajukan sebelum berlakunya UU PMB 2009, tetap doiproses
menjadi IUP sesuai dengan UU PMB 2009 setelah berkoordinasi dengan Gubernur.
b. Permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batu Bara sebagaimana dimaksud dalam pasal 172 UU PMB
2009, paling lambat 6 (enam) bulan sejak
berlakunya UU PMB 2009, harus membentuk Badan Hukum Indonesia berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai bahan pertimbangan dalam poses
IUP sesuai UU PMB 2009.
Hal
lain yang berkenaan dengan Kuasa Pertambangan adalah , semula kuasa pertambangan dimaksudkan sebagai pengganti
konsesi (consessie) atau hak
pertambangan yang diatur dalam IM
(Indische Minjwet) 1899 yang berlaku
di Hindia Belanda sejak tahun1907, dan berlaku di hingga tahun 1960 berdasarkan
Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945. Namun dari kacamata hukum administrasi
negara, ternnyata terdapat perbedaan antara keduanya .
Menurut
Undang Undang Nomor 11 tahun 1967, tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pertambangan, dan Undang-Undang Nomor 44 Prp. Tahun 1960 Tentang Minyak dan Gas
Bumi, beberapa bentuk perizinan atau dasar hukum melakukan usaha pertambangan
adalah :
a.
Surat Keputusan Penugasan Pertambangan;
b.
Surat Keputusan (izin) Pertambangan
Rakyat;
c.
Surat Keputusan Pemberian Kuasa
Pertambangan;
d.
Surat (izin) Pertambangan Daerah;
e.
Kontrak Karya (KK);
f.
Kontrak Kerja Sama (dengan BUMN) dan
Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B); dan
g. Kontak
Bagi Hasil (Production Sharing)
Dari
tujuh jenis/ bentuk perizinan di atas, secara garis besar dapat dibedakan
menjadi dua kwalifikasi, yaitu :
1.
Dikualifikasikan sebagai izin dalam
bentuk kuasa Pertambangan (yaitu poin a sampai
d);
2.
Dikualifikasikan sebagai izin yang lahir
dari adanya perjanjian/ kontrak kerja sama
baik antara pemerintah dengan perusahaan swasta asing dalam rangka PMA,
maupun antara pemegang kuasa pertambangan dengan perusahaan swasta nasional/
asing, yaitu PMA/PMDN. (poin e sampai g).
2. Bentuk Kuasa Pertambangan
Ada beberapa bentuk Kuasa
Pertambangan, antara lain :
a.
Surat Keputusan Penugasan Pertambangan;
b.
Surat Keputusan Izin Pertambangan
Rakyat;
c.
Surat
Keputusan Pemberian Kuasa Pertambangan;
d. Surat Izin Pertambangan Daerah;
Untuk
lebih jelasnya, masing-masing akan diuaraikan sebagai berikut:
a. Surat Keputusan Penugasan
Pertambangan
Surat Keputusan Penugasan
Pertambangan adalah kuasa pertambangan yang diberikan Menteri Pertambangan dan Energi kepada instansi
pemerintah yang ditunjuk untuk melakukan usaha pertambangan.
b. Surat Keputusan Izin Pertambangan
Rakyat
Surat
Keputusan Izin Pertambangan Rakyat adalah kuasa pertabangan yang diberikan oleh
Menteri Pertambangan kepada rakyat setempat. Kriteria dan sifat dari
pertambangan rakyat adalah kegiatan usaha pertambangan kecil-kecilan, tidak
menggunakan peralatan yang canggih, produksinya cukup untuk keperluan hidup
sehari-hari bagi penambangnya, luasnya sangat terbatas, yaitu tidak melebihi 5
(lima) hektar dan umur tambangnya relative pendek.
c. Surat Keputusan Pemberian Kuasa
Pertambangan
Surat
Keputusan Pemberian Kuasa Pertambangan, adalah surat kuasa yang diberikan oleh
Menteri Pertambangan dan Energi kepada BUMN, Perusahaan Daerah, Koperasi
Pertambangan, Perusahaan swasta, dan Perorangan untuk melakukan usaha
pertambangan.
d. Surat Izin
Pertambangan Daerah (SIPD)
Surat Izin Pertambangan Daerah
(SIPD), adalah surat kuasa pertambangan yang diberikan oleh Gubernur kepada
badan Hukum atau perorangan untuk melakukan usaha pertambangan atas bahan
galian golongan C.
Pemerintah daerah Tingkat Provinsi berhak dan
berkewajiban mengatur usaha pertambangan bahan galian golongan C dengan
Peraturan Daerah.
Surat Izin Pertambangan Daerah
(SIPD) dapat diberikan kepada :
1.
Perusahaan Daerah;
2.
Koperasi;
3.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN);
4.
Badan Hukum Swasta, yang didirikan
berdasarkan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia;
5.
Perorangan (WNI), diprioritaskan yang
berdomosili di daerah Tingkat Kabupaten/Kotamadya tempat terdapatnya bahan
galian golongan C yang bersangkutan;
6.
Perusahaan patungan antara Negara/BUMN
disatu fihak dengan Pemerintah Daerah Tingkat Provinsi dan/atau Daerah Tingkat
kabuppaten/ Kotamadya atau Perusahaan Daerah di fihak lain;
7. Perusahaan
patungan antara BUMN Pemerintah Daerah
Tingkat Provinsi dan/atau Daerah Tingkat kabuppaten/ Kotamadya atau Perusahaan
Daerah di satu fihak, dengan Koperasi, Badan Hukum Swasta atau perorangan di
fihak lain.
Usaha
pertambangan bahan galian golongan c meliputi eksplorasi, eksploitasi,
pengolahan/ pemurnian, pengangkutan, dan penjualan.
3. Hak dan Kewajiban Pemegang Kuasa
Pertambangan
a.
Hak-Hak Pemegang Kuasa Pertambangan
Hak-hak
Pemegang Kuasa Pertambangan adalah :
1).
Hak untuk melakukan segala usaha sesuai
dengan wewenang yang diberikan dalam kuasa pertambangan (Pasal 26 ayat (1),
pasal 27 ayat (2) PP Nomor 32 Tahun 1969).
2).
Hak untuk mendapatkan prioritas memperoleh kuasa pertambangan tahap berikutnya (pasal
25-29 PP Nomor 32 Tahun1969).
3).
Hak untuk memiliki bahan galian yang
dihasilkan setelah memenuhi kewajibannya berdasarkan pasal 26 ayat (2) dan
pasal 27 ayat (3) PP Nomor 32
Tahun1969).
4). Hak lain yang diatur dalam pasal 31 dan 37 PP
Nomor 32 Tahun1969).
b.
Kewajiban-Kewajiban
Pemegang Kuasa Pertambangan
Adapun yang menjadi kewajiban kuasa
pertambangan adalah:
1).
Kewajiban menyampaikan laporan triwulan/
tahunan tentang hasil kegiatannya kepada Menteri berdasarkan pasal 32, 33, 35,
dan 36 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun1969.
2).
Kewajiban memberikan batas pada wilayah kuasa pertambangan eksploitasinya
(pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun1969).
3).
Kewajiban memberikan kesempatan kepada pemegang kuasa Pertambangan
lain dalam wilayah kuasa pertambangan untuk membangun prasarana yang diperlukan
yang diatur dalam pasal 37 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun1969.
4).
Kewajiban lain
yang diatur dalam berdasarkan
pasal 25, 26, 27 UUPP 1967 dan pasal 53-58 Peraturan Pemerintah Nomor 32
Tahun1969.
Dari
beberapa uraian yang telah tersampaikan diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Perbedaan
antara Kuasa Pertambangan dengan konsesi Pertambangan didasari oleh filosofis
konsep penguasaan negara atas pertambangan. Kuasa Pertambangan bersumber dari
penguasaan negara menurut pasa 33 UUD 1945, sedangkan konsesi bersumber dari
penguasaan negara menurut Indische Mijnmet 1899, dimana negara dalah sebagai
pemilik sumber daya alam pertambangan.
2. Dasar
hukum untuk melakukan usaha pertambangan melalui dua bentuk, yaitu kuasa
pertambangan dan perjanjian/kontrak kerja sama baik dengan pemerintah maupun
dengan perusahaan negara/BUMN selaku pemegang kuasa pertambangan.
Pemberian kuasa
pertambangan untuk usaha pertambangan bahan galian strategis/ golongan a dan
vital/gilingan b, adalah kewenangan Menteri Pertambangan dan energi, sedangkan
untuk usaha pertambangan bahan galian golongan c adalah kewenangan Gubernur.
Istilah Izin Usaha Pertambangan (IUP) merupakan kegiatan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, dan lain sebagainya.
BalasHapus