CORAK DAN SISTEM HUKUM ADAT
- Corak Hukum Adat
Kita
merasakan dan memahami bahwa Hukum Adat Indonesia itu, khususnya hukum adat
yang normatif pada umumnya menunjukkan corak-corak sebagai berikut :
1. tradisional;
2.
keagamaan (religiomagis);
3.
kebersamaan (kommun);
4.
konkrit dan visual
5. terbuka dan sederhana
6. dapat berubah dan menyesuaikan
7. tidak dikodifikasi
8. musyawarah dan mufakat.
Untuk
lebih jelasnya berikut disampaikan uraian dari masing-masing corak tersebut,
yaitu :
1.
Tradisional
Tradisional maksudnya bahwa hukum
adat itu bersifat turun temurun, dari zaman nenek moyang sampai keanak cucu
sekarang keadaannya masih tetap berlaku dan dipertahankan oleh masyarakat yang
bersangkutan.
Misalnya :
2.1.1.1.Di Batak, dalam kekerabatan adat Batak
menarik garis keturunan dari garis lelaki yang disebut ”dalihan nan tolu”
(bertungku tiga), yaitu hubungan antara marga hula-hula, dengan tubu dan
boru.
2.1.1.2.Di Lampung, yang memberlakukan kewarisan
dengan sistem ”mayorat lelaki” dimana anak tertua lelaki
menguasai seluruh harta peninggalan dengan kewajiban mengurus adik-adiknya
sampai dewasa dan dapat berdiri sendiri.
2. Keagamaan
Artinya
perilaku hukum atau kaidah-kaidah hukum adat itu berkaitan dengan kepercayaan
terhadap yang ghoib dan berdasarkan pada ajaran Ketuhanan Yang Maha Esa.
Menurut kepercayaan bangsa Indonesa bahwa di alam semesta ini semua benda itu
serba bernyawa (animisme), benda-benda itu bergerak (dinamisme); disekitar
kehidupan manusia itu ada roh-roh halus yang mengawasi kehidupan manusia
(malaikat, jin, iblis dan lain sebaigainya) serta keberadaan alam ini karena
ada yang mengadakan/ menciptakan yaitu Tuhan Yang Maha Pencipta.(Hilman H.
Hal.34).
3. Kebersamaan (kommunal)
Kommunal artinya bahwa hukum adat itu lebih
mengutamakan kepentingan bersama, dimana kepentingan pribadi itu diliputi oleh
kepentingan bersama ”Satu untuk semua dan semua untuk satu”. Hubungan hukum
antara anggota masyarakat yang satu dengan lain didasarkan oleh rasa
kebersamaan, kekluargaan, tolonh menolong dan gotong royong.
Wujud dari sifat kebersamaan itu antara lain adanya
”rumah gadang” di Minagkabau, adanya ”tanah pusaka”, ungkapan orang jawa ”dudu
sanak dudu kadang ning yen mati melu kelangan” adalah wujud kebersamaan.
4. Konkrit dan Visual
Konkrit, artinya bahwa hukum adat itu jelas,
nyata dan berwujud. Visual artinya dapat dilihat, tampak, terbuka dan tidak
tersembunyi. Jadi sifat atau corak hukum adat yang berlaku itu adalah ”terang
dan tunai”. Maksudnya terang disaksikan, diketahui, dilihat dan didengar oleh
orang lain. Dan waktu pelaksanaannya juga jatuh secara bersamaan pada saat ijab
kabul (serah terima).
Contoh dalam jual beli, apabila ketika
barang diserahkan uang belum dibayar pada saat itu, maka menurut hukum adat itu
bukan jual beli, tetapi utang-piutang.
5. Terbuka dan sederhana
”Terbuka” dalam corak hukum adat artinya dapat
menerima masuknya unsur-unsur yang datang dari luar asalkan tidak bertentangan
dengan jiwa hukum adat itu sendiri. Contohnya dalam sistem perkawinan adat yang
dipengaruhi oleh hukum Hindu yang disebut ”kawin
anggau” yaitu jika suami wafat, maka istri kawin lagi dengan saudara suami.
Atau hukum waris adat yang dipengaruhi oleh hukum Islam yaitu adanya sistem
”sepikul segendong), dimana ahli waris pria dan wanita masing-masing dapat
bagian dengan perbandingan 2:1.
”Sederhana”
artinya bersahaja, tidak rumit, tidak banyak administrasinya, bahkan kebanyakan
tidak tertulis, mudah dimengerti dan dilaksanakan berdasarkan saling
mempercayai. Contohnya dalam perjanjian bagi hasil pertanian antara pemilik
lahan dengan penggarap, perjanjian gadai, sewa menyewa , tukar menukar, hutang
piutang dan lain sebagainya.
6. Dapat berubah dan menyesuaikan
Hukum
Adat itu dapat berubah dan menyesuaikan menurut keadaan, waktu dan tempat.
Seperti ungkapan orang Minangkabau ” Sekali aik gadang sekali tapian beranja,
sekali raja berganti, sekali adat berubah” (Begitu air besar, begitu pula
tempat pemandian bergeser, begitu pemerintah berganti, begitu pula adat lalu
beerubah). Adat yang nampak pada kita sekarang ini sudah jauh berbeda dengan
adat masa Hindia Belanda.
Kita
sadari bahwa sekarang hukum adat yang ada dimasyarakat itu sudah banyak yang
disesuaikan dengan perkembangan jaman. Misalnya sistem kekeluargaan matrilinial
diMinangkabau yang berharta pusaka itu telah berangsur-angsur beralih ke sistem
parental yang berharta suarang.
7. Tidak dikodifikasi
Kebanyakan
hukum adat itu memang tidak dikodifikasi, tetapi ada beberapa yang dicatat
dalam aksara daerah, bahkan ada yang sudah dibukkan meskipun belum sistematis,
dan hanya sebagai pedoman bukan mutlak harus dilaksanakan. Oleh karena itulah
hukum adat mudah berubah, dapat disesuaikan dengan perkembangan masyarakat.
8. Musyawarah dan mufakat
Musyawarah
dan mufakat menjadi corak hukum adat, karena ini memang merupakan ciri khas
banga Indonesia didalam berhubungan dengan sesamanya baik itu di dalam
keluarga, kekerabatan, ketentanggaan maupun di dalam kenegaraan. Apalagi jika
hal itu menyangkut penyelesaian perselisihan atau peradilan, maka diutamakan
penyelesaian itu dengan cara rukun dan damai melalui musyawarah dan mufakat.
- Sistem Hukum Adat
Apabila
dibandingkan dengan hukum Barat (hukum Eropa), maka hukum adat itu sangatlah
sderhana, bahkan tidak sistematis.
Sistematika hukum adat itu lebih mendekati sistem hukum Inggris (Anglo
Saxon) yang disebut Common Law, dan berbeda dengan dengan Civil Law dari Eropa
Kontinental. Misalnya, hukum adat tidak mengenal perbedaan antara hukum publik
dan hukum privat, tidak membedakan antara hak kebendaan dan hak perorangan,
tidak membedakan perkara perdata dan perkara pidana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar