Sabtu, 08 Desember 2012

Perizinan di Bidang Ketenagakerjaan


  Perizinan di Bidang Ketenagakerjaan
1.      Hal-hal Umum Tentang Ketenagakerjaan
           Dalam kehidupan ini manusia mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam, untuk dapat memenuhi semua kebutuhannya tersebut manusia dituntut untuk bekerja. Baik pekerjaanyang diuasahan sendiri maupun bekerja pada orang lain. Pekerjaan yang diuasahakan sendiri, maksudnya adalah bekerja atas usaha modal dan tanggung jawab sendiri. Sedangkan bekerja pada orang lain maksudnya adalah bekerja dengan bergantung pada orang lain, yang member perintah dan mengutusnya, karena ia harus tunduk dan patuh pada orang lain yang memberikan pekerjan tersebut (Zainal Asikin et.all, 193. Hal.1).
           Pengertian tenaga kerja dan pekerja itu sendiri disebutkan dalam pasal 1 Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003,  sebagai  berikut :
Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan  barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat.
Pekerja/buruh, adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
           Jadi pada dasarnya bahwa pada hukum ketenagakerjaan itu ada beberapa unsur, yaitu :
a.       Adanya serangkaian peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis;
b.      Peraturan tersebut mengani suatu kejadian;
c.       Adanya orang (buruh/pekerja) yang bekerja pada fihak lain (majikan);
d.      Adanya upah.
            Pada saat orang bekerja pada orang lain itulah dibutuhkan aturan hukum. Demikian pula orang yang memperkerjakan orang lain juga harus mempunyai izin. Itulah sebabnya diatur bagaimana izin itu dalam hal ketenagakerjaan.
2.      Landasan Hukum Kewenangan
           Kewenangan  yang diberikan kepada daerah kota dan kabupaten , seperti yang digariskan dalam UU Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintah Daerah, kemudian pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Profinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota.                       Kewenangan pemerintah Provinsi dan Pemertintah Kabupaten/Kota meliputi urusan wajib dan urusan pilihan.
           Urusan wajib yang harus dilaksnakan oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/ Kota adalah :
a.       pendidikan;
b.      kesehatan;
c.       lingkungan hidup;
d.      pekerjaan umum;
e.       penataan ruang;
f.       perencanaan pembangunan;
g.      perumahan;
h.      kepemudaan dan olah raga;
i.        penanaman modal;
j.        koperasi dan usaha kecil menengah;
k.      kependudukan dan catatan sipil;
l.        ketenagakerjaan;
m.    ketahanan pangan;
n.      pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;
o.      keluarga berencana dan keluarga sejahtera;
p.      perhubungan;
q.      komunikasi dan informatika;
r.        pertanahan;
s.       persatuan bangsa dan politik dlam negeri;
t.         otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian, dan persandan;
u.      Pemberdayaan masyarakat dan desa;
v.      Sosial;
w.    kebudayaan;
x.      statistic;
y.       kearsipan;
z.       perpustakaan (Pasal 7 ayat (2) Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Profinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota)
            Adapun urusan pilihan yang dapat diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/ Kota adalah :
a.         kelautan dan perikanan;
b.        pertanian;
c.         kehutanan;
d.        energy dan sumber daya mineral;
e.         pariwisata;
f.         industry;
g.        perdagangan;
h.        ketransmigrasian. (Pasal 7 ayat (4) Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Profinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota).
            Berdasarkan rincian kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam bidang ketenagakerjaan, perizinan hanya merupakan bagian kecil saja dari tugas pemerintah kabupaten/kota, yaitu :
1.      Penyelenggara perizinan/pendaftaran lembaga pelatihan serta pengesahan kontrak/perjanjian magang dalam negeri.
2.      Penerbitan dan pengendalian izin pendirian Lembaga Bursa Kerja/ LPTKS dan Lembaga Penyuluhan dan Bimbingan Jabatan skala kabupaten/kota.
3.      Penerbitan rekomendasi untuk perizinan pendirian LPTKS dan Lembaga Penyuluhan dan Bimingan Jabatan yang akan melakukan kegiatan skala kabupaten/kota.
4.       Pemberian rekomendasi kepada swasta dalam penyelenggaraan pameran bursa kerja (job fair) skala kabupaten/kota.
5.      Penyelenggaraan perizinan/pendaftaran lembaga pelatihan serta pengesahan kontrak/perjanjan magang dalam negeri.
6.      Penerbitan rekomendasi izin operasional TKS Luas Negeri, TKS Indonesia, lembaga sukarela Indonesia yang akan beroperasi pada 1 (satu) kabupaten/kota.
7.      Penerbitan IMTA perpanjangan untuk TKA yang lokasi kerjanya dalam wilayah kabupaten/kota.
8.      Penerbitan rekomendasi izin pendirian kantor cabang PPTKIS di wilayah kabupaten/kota.
9.      Penerbitan rekomendasi paspor TKI di wilayah kabupaten/kota berdasarkan asal/alamat calon TKI.
10.  Penerbitan rekomendasi perizinan tempat  penampungan di wilayah kabupaten/kota.
11.  Penerbitan izin operasional perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh yang berdomisili di kabupaten/ kota dan pendaftaran perjanjian pekerjaan antara perusahaan pemberi kerja dengan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh yang skala berlakunya dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota.
12.  Pencabutan izin operasional perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh yang berdomisili di wilayah kabupaten/kota atas rekomendasi pusat dan atau provinsi.
13.  Penerbitan/rekomendasi (izin) terhadap obyek pengawasan ketenagakerjaan sekala kabupaten/ kota.   
            Apapun bentuknya, yang jelas semua peraturan yang berhubungan dengan tenaga kerja ini diarahkan pada “mewujudkan kesejahteraan buruh” dan “keberlangsungan usaha”. Oleh karenany, maka perizinan harus mampu menjadi instrument hukum pengendalian berbagai penimpangan yang mungkin ditimbulkan oleh pengusaha maupun birokrat.
            Persoalannya adalah, perizinan yang bagaimanakah yang mampu mewujudkan kesejahteraan buruh dan sekaligus menjamin kelangsungan usaha?.
Dalam hal ini ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, antara lain :
·         Perda ketenagakerjaan harus mampu mengakomodasi kepentingan buruh dan kepentingan pengusaha. Kepentingan buruh adalah mendapatkan upah atau kesejahteraan, sedangkan kepentingan pengusaha adalah kemajuan usaha.
·         Memperkuat pengawasan terhadap izin-izin yang dikeluarkan oleh pemerintah.
·         Optimalisasi pelayanan ketenagakerjaan yang dilakukan oleh Disnaker. Pelayanan ini meliputi proses perizinan.


3.      Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
           Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah salah satu indicator kesiapan daerah dalam menjalankan kebijakan otonomi. Apalagi otonomi telah memberikan keleluasaan dalam kewenangan, penataan orgnisasi, dan pengelolaan keuangan.
           Dalam hal ini yang harus diperhatikan adalah bahwa pengenaan pajak dan retribusi hendaknya seiring dengan tingkat pendapatan masyarakat eta pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah.
           Dalam upaya meningkatkan PAD, hal-hal yang harus diperhatikan antara lain :
a.       Intensifkan pemungutan pajak daerah;
b.      Retribusi diarahkan pada pelayanan pemerintah yang bersifat final (final good) dan bukan pada pelayanan yang bersifat intermediary (Intermediary service);
c.       Tingkatkan akuntabilitas pengelolaan pendapatan asli daerah.
4.      Perizinan sebagai Usaha Mendorong Iklim Usaha
           Perizinan merupakan instrument kebijakan pemerintah untuk melakukan pengendalian atas eksternalitas negatif yang mungkin ditimbulkan oleh aktifitas sosial maupun ekonomi. Izin juga merupakan instrument untuk alokasi barang publik secara efisien dan adil, mencegah asimetri informasi, dan perlindungan hukum atas kepemilikan atau penyelenggaraan suatu kegiatan.
           Sebuah mekanisme perizinan harus mempertimbangkan keseimbangan antara kepentingan publik dengan kepentingan individu. Pemerintah harus mempertimbangkan apakah sbuah bentuk perizinan akan mendestorsi pasar atau tidak.
          Dalam rangka upaya terwujudnya hal diatas, kebijakan perizinan oleh pemerintah harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.         Dasar rasionalitas ditetapkannya berbagai jenis perizinan;
b.        Lembaga yang bertugas memproses izin;
c.         Beban biaya untuk mendanai lembaga yang memproses perizinan;
d.        Proses perumusan dan pengambilan keputusan kebijakan perizinan.
                      Selanjutnya untk meningkatkan kinerja pemerintah daerah dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan perizinan, pemerintah daerah perlu melakukan hal-hal, antara lain :
a.       dalam formulasi kebijakan perizinan hendaknya melibatkan seluruh fihak yang berkepentingan (stakeholders) dengan perizinan;
b.      dalam menetapkan kebijakan perizinan hendaknya rasionalitas dari ditetapkannya perizinan dikemukakan secara jelas dan spesifik;
c.       kembalikan fungsi perizinan sebagai insrumen  pengendalian dan pengawasan;
d.      hilangkan ego sektoral pada sector perizinan;
e.       tingkatkan kapasitas anggota DPRD dan pejabat pemerintah dalam kebijakan dan pelaksanaan kebijakan perizinan;
f.       tindak tegas aparat yang menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pribadi;
g.      kembangkan sector swasta yang mengurus hal-hal teknis dalam sector perizinan;
h.      tatanan pemerintahan yang baik hanya akan terjadi bila ada organisasi masyarakat sipil dan asosiasi bisnis yang kuat dan sehat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar