Sabtu, 08 Desember 2012

Perizinan di Bidang Bangunan


Perizinan di Bidang Bangunan
1.      Gambaran Umum Perizinan Bangunan
            Fungsi bangunan sebagai tempat segala aktivitas manusia, mulai dari aktivitas perekonomian, kebudayaan, sosial, dan pendidikan terkait dengan fungsi pemerintah daerah sebagai “agent of development, agent of change, agent of regulation”.
            Dalam fungsinya tersebut, pemerintah daerah berkepentingan terhadap izin-izin bangunan. Perizinan bengunan diberlakukan agar tidak terjadi kekacau-balauan dalam penataan ruang kota, dan merupakan bentuk pengendalian pembangunan ruang kota.
54
            Tentang perlunya izin bangunan, ini akan nampak manakala kita melihat kota-kota besar. Kota besar seperti Jakarta dan sebagainya mengalami pertumbuhan yang sangat cepat dan akan terus berlanjut dari tahun ketahun. Kebutuhan akan perumahan (mulai rumah perumahan sederhana, rumah susun, apartemen, dan real estate), perkantoran, pertokoan, mall, dan tempat-tempat hiburan (hotel, diskotek), tempat pendidikan  dan bangunan lainnya semakin tinggi sebagai akibat pertambahan penduduk dan kebutuhannya.
            Pembangunan di bidang real estate, industrial estate, shopping centre, dan sebagianya, saat ini diperlukan pengaturan dalam rangka pengendalian dampak pembangunan, yang meliputi dampak  lingkungan, impact fee dan  traffic Impact Assement.
            Impact fee, adalah biaya yang harus dibayar oleh pengembang kepada pemerintah kota akibat dari pembangunan yang mereka laksanakan. Pelaksanaan pembangunan oleh pengembang akan mengakibatkan biaya infrastruktur bagi pemerintah kota , karena seluruh jaringan infrastruktur yang dibangun akan disambung dengan system jaringan kota, yang pada gilirannya akan menuntut peningkatan kapasitas.
            traffic Impact Assement , yaitu kewajiban yang harus dipenuhi oleh pengembang untuk malakukan kajian analisis tentang dampak lalu lintas. Kajian tersebut harus dapat menggambarkan kinerja jaringan jalan sebelum dan stelah ada pembangunan, dampaknya dan bagaimana mengatasinya. (Ismail Zuber, 2000, hal. 12)
2.      Pembangunan  Gedung dan Hubungannya dengan Perizinan
            Bangunan gedung merupakan salah satu wujud fisik pemanfaatan ruang. Oleh karena itu, dalam pengaturan bangunan gedung tetap mengacu pada peraturan penataan ruang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung, setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administrative dan teknis bangunan gedung, serta harus diselenggarakan secara tertib dan teratur.
            Dalam hal ini pemerintah telah mengatur dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002, tentang Bangunan Gedung. Undang-undang ini mengatur fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, termasuk hak dan kewajiban pemilik dan pengguna bangunan gedung pada setiap tahap penyelenggaraan bangunan gedung, ketentuan tentang peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah, dan sanksinya.
            Seluruh maksud dan tujuan pengaturan dalam undang-undang diatas dilandasi oleh azas kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, dan keserasian bangunan gedung dengan lingkungannya, bagi kepentingan masyarakat yang berperikemanusiaan dan berperikeadilan.
     Dengan diberlakukannya undang-undang ini, semua penyelenggaraan bangunan gedung, baik pembangunan maupun pemanfaatan, yang dilakukan di wilayah negara Republik Indonesia, yang dilakukan oleh pemerintah, swasta, masyarakat, dan oleh fihak asing, wajib mematuhi seluruh ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang Bangunan Gedung. (Adrian Sutedi, SH.,MH. Hal. 225).
            Di dalam pasal 8 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung, telah ditentukan persyaratan administrasi bangunan gedung, yaitu :
a.     status hak atas tanah dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah ;
b.     status kepemilikan bangunan gedung ;
c.     izin mendirikan bangunan gedung;
d.    kepemilikan, dan pendataan bangunan gedung.
            Menyangkut dengan pembangunan gedung yang dilakukan oleh pengembang haruslah memperhatikan keharmonisan antara bangunan dengan lingkungan sekitarnya. Selain harus memperhatikan keserasian intern, yaitu keserasian antara bahan atap, warna bangunan, jalan masuk, saluran air bersih, air limbah, pelayanan telekomunikasi, pertamanan, penempatan nomor, nama hunian, dan hal-hal lain yang menunjukkan nilai dari komunitas.
            Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh pengembang dalam melaksanakan bangunan , antara lain :
a.         Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
b.        Koefisien Luas Bangunan (KLB)
c.         Cadangan untuk Kepentingan Umum (DCKU)
            Untuk lebih jelasnya, masing-masing akan diuraikan sebagai berikut : 
a.     Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
           Koefisien Dasar Bangunan (KDB), menunjukkan luas dasar (footprint) bangunan maksimum yang boleh dibangun dibanding luas kavling. KDB tidak boleh melebihi rasio maksimum yang diperbolehkan seperti terlihat pada gambar kadaster yang terlampir dalam PPJD. Persentase KDB berbeda menurut lokasi, luas dan bentuk kavling akan ditentukan dalam Gambar Kadaster oleh Pengembang. 
b.      Koefisien Luas Bangunan (KLB)
  Koefisien Luas Bangunan (KLB) ini menunjukkan luas keseluruhan bangunan yang boleh dibangun disbanding luas tanah. KLB tidak boleh melebihi standar yang ditentukan oleh pengembang, rasio KLB berbeda menurut lokasi, luas dan bentuk kavling.
c.        Cadangan untuk Kepentingan Umum (DCKU)
            Daerah Cadangan untuk Kepentingan Umum (DCKU), adalah daerah dimana pengembang berhak untuk menetapkan jarak maksimum bebas bangunan yang terdapat pada sepanjang batas belakang atau depan sebagai cadangan jalur utilitas.
            Berkaitan dengan hal tersebut beberapa kavling akan mempunyai bak control (Inspection Chamber = IC), yang harus dapat dicapai oleh pengembang dan/ atau pengelola dan/ atau pejabat pemerintah yang berwenang, guna pemeliharaan system tersebut. Apabila system tersebut memerlukan perbaikan, maka pembeli harus mengizinkan pekerja dari instansi-instansi tersebut untuk melakukan perbaikan yang diperlukan. (Adrian Sutedi, SH.,MH. Hal. 227).
3.      Pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
            Pengaturan dalam pemberian izin pendirian dan penggunaan bangunan dilakukan untuk menjamin agar pertumbuhan fisik perkotaan dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan, tidak menumbulkan kerusakan penataan kota tersebut. Oleh karenanya maka setiap akan membangun harus mengurus dulu Izin Medirikan Bangunan (IMB). Sedangkan pada saat akan menggunakan bangunan juga harus lebih dahulu memperoleh Izin Penggunaan Bangunan (IPB).
            Mengapa  mendirikan bangunan dan menggunakannya itu membutuhkan IMB dan IPB ? Dalam hal ini ada beberapa alasan, yaitu :
a.       Agar tidak menimbulkan gugatan fihak lain setelah bangunan berdiri, untuk itu sebelum mendirikan bangunan harus ada kejelasan status tanah yang bersangkutan.
b.      Lingkungan kota memerlukan penataan dengan baik dan teratur, indah, aman, tertib, dan nyaman. Untuk mencapai tujuan itu penataan dan pelaksanaan pembanguna bangunan di perkotaan harus isesuaikan dengan  Rencana Tata Ruang Kota.
c.       Pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) juga dimaksudkan untuk menghindri bahaya secara fisik bagi penggunaan bangunan. Untuk itu dibutuhkan rencana bangunan yang matang dan memenuhi standr/ normalisasi teknis bangunan yang telah diteapkan yang meliputi arsitektur, kontruksi dn intalainya.
d.      Pemantauan terhadap standar/normalisasi teknis banguna melalui izin Penggunaan Bangunan diharapkan dapat mencegah bahaya yang mungkin timbul.
            Tentang pelayanan penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), sebenarnya dapat dilakukan dengan pola pelayanan satu atap, yaitu pola pelayanan pemberian izin yang dilakukan secara terpadu pada satu tempat/lokasi oleh beberapa instansi pemerintah yang terlibat dalam proses penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), misalnya Dinas Tata Kota, BPN, Tim arsitektur, dan sebagainya
4.    Pelayanan Izin Membangun Bagi Pemerintah Daerah dalam Era Otonomi Daerah
            Di dalam Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003, tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, telah digariskan bahwa keterpaduan sistem penyelenggaraan pelayanan melalui jaringan informasi on-line harus dikembangkan dengan penyediaan data dan informasi sehinga penyelenggaraan pelayanan dapat dilakukan secara tepat, akurat dan aman
            Dalam hal ini ada 4 (empat) kondisi yang memacu arah perbaikan mutu pelayanan masyarakat, yaitu :
a.       Lingkungan yang berkembang dan tuntutan masyarakat juga meningkat seiring dengan kondisi dan kwalitas hidup masyarakat.
b.      Kuatnya sector swasta mencari lokasi tempat usaha (gedung) untuk merebut pangsa pasar di dalam memasarkan produk barang dan jasanya di suatu wilayah.
c.       Perkembangan teknologi yang dapat memeberikan layanan terbaik dengn komunikasi yang lebih luas dan mudah.
d.      Tuntutan masyarakat yang semakin besar untuk memperoleh layanan public yang berkwalitas, efisien dan efektif.
                       Dalam hal ini ada beberapa pemikiran, anatara lain :
a.       Banyaknya rekomendasi dan izin yang harus dipenuhi untuk memperoleh IMB, seperti untuk membangun lokasi saha, maka diperlukan rekomendasi AMDAL, dinad tata ruang dan lain sebagainya.
b.      Belum adanya system pelayanan satu atap secar menyeluruh, baik mengenai personilnya, kantor/tempat pelayanannya, peralatan dan lain sebagainya.
5.      Pembangunan Proyek-Proyek Pemerintah
            Pelaksanaan proyek-proyek pemerintah dilapangan sering berbenturan dengan kepentingan individu dan masyarakat, yang kemudian sampai ke PTUN.
            Yang menjadi persoalan adalah, mungkinkah dilakukan penundaan atas proyek karena menunggu putusan PTUN?, Dapatkah proyek-proyek tersebut dikategorikan kepentingan umum ?. Bagaimana nasib kerugianyang diderita penggugat akibat pelaksanaan proyek tersebut ?.
            Mengingat bahwa proyek-proyek tersebut pendanaannya adalah terkait dengan disiplin anggaran negara, maka jika terjadi penundaan akan berdampak pada perencanaan dan mata anggaran tersebut, apalagi jika tidak selesai tepat waktu, maka anggaran akan hangus. Lalu siapa yang rugi ?. Yang rugi jelas pertama-tama adalah negara, kemudian developer dan yang terakhir adalah masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar