Perizinan di Bidang Bangunan
1. Gambaran Umum Perizinan Bangunan
Fungsi bangunan sebagai tempat
segala aktivitas manusia, mulai dari aktivitas perekonomian, kebudayaan,
sosial, dan pendidikan terkait dengan fungsi pemerintah daerah sebagai “agent of development, agent of change,
agent of regulation”.
Dalam fungsinya
tersebut, pemerintah daerah berkepentingan terhadap izin-izin bangunan. Perizinan
bengunan diberlakukan agar tidak terjadi kekacau-balauan dalam penataan ruang
kota, dan merupakan bentuk pengendalian pembangunan ruang kota.
54
|
Pembangunan di bidang real estate,
industrial estate, shopping centre, dan sebagianya, saat ini diperlukan
pengaturan dalam rangka pengendalian dampak pembangunan, yang meliputi
dampak lingkungan, impact fee dan traffic Impact Assement.
Impact
fee, adalah biaya yang harus dibayar oleh pengembang
kepada pemerintah kota akibat dari pembangunan yang mereka laksanakan. Pelaksanaan
pembangunan oleh pengembang akan mengakibatkan biaya infrastruktur bagi
pemerintah kota , karena seluruh jaringan infrastruktur yang dibangun akan
disambung dengan system jaringan kota, yang pada gilirannya akan menuntut
peningkatan kapasitas.
traffic Impact Assement , yaitu kewajiban
yang harus dipenuhi oleh pengembang untuk malakukan kajian analisis tentang
dampak lalu lintas. Kajian tersebut harus dapat menggambarkan kinerja jaringan
jalan sebelum dan stelah ada pembangunan, dampaknya dan bagaimana mengatasinya.
(Ismail Zuber, 2000, hal. 12)
2.
Pembangunan Gedung dan Hubungannya dengan Perizinan
Bangunan
gedung merupakan salah satu wujud fisik pemanfaatan ruang. Oleh karena itu,
dalam pengaturan bangunan gedung tetap mengacu pada peraturan penataan ruang
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk menjamin kepastian dan
ketertiban hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung, setiap bangunan gedung
harus memenuhi persyaratan administrative dan teknis bangunan gedung, serta harus
diselenggarakan secara tertib dan teratur.
Dalam
hal ini pemerintah telah mengatur dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2002, tentang Bangunan Gedung. Undang-undang ini mengatur fungsi bangunan
gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, termasuk
hak dan kewajiban pemilik dan pengguna bangunan gedung pada setiap tahap
penyelenggaraan bangunan gedung, ketentuan tentang peran masyarakat dan
pembinaan oleh pemerintah, dan sanksinya.
Seluruh
maksud dan tujuan pengaturan dalam undang-undang diatas dilandasi oleh azas
kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, dan keserasian bangunan gedung dengan
lingkungannya, bagi kepentingan masyarakat yang berperikemanusiaan dan
berperikeadilan.
Dengan diberlakukannya undang-undang ini, semua penyelenggaraan
bangunan gedung, baik pembangunan maupun pemanfaatan, yang dilakukan di wilayah
negara Republik Indonesia, yang dilakukan oleh pemerintah, swasta, masyarakat,
dan oleh fihak asing, wajib mematuhi seluruh ketentuan yang tercantum dalam
Undang-Undang Bangunan Gedung. (Adrian Sutedi, SH.,MH. Hal. 225).
Di dalam pasal 8 Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung, telah ditentukan persyaratan
administrasi bangunan gedung, yaitu :
a.
status
hak atas tanah dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah ;
b.
status kepemilikan bangunan gedung ;
c.
izin
mendirikan bangunan gedung;
d. kepemilikan, dan pendataan bangunan gedung.
Menyangkut dengan pembangunan gedung yang dilakukan oleh
pengembang haruslah memperhatikan keharmonisan antara bangunan dengan
lingkungan sekitarnya. Selain harus memperhatikan keserasian intern, yaitu
keserasian antara bahan atap, warna bangunan, jalan masuk, saluran air bersih,
air limbah, pelayanan telekomunikasi, pertamanan, penempatan nomor, nama
hunian, dan hal-hal lain yang menunjukkan nilai dari komunitas.
Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh pengembang dalam
melaksanakan bangunan , antara lain :
a.
Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
b.
Koefisien Luas Bangunan (KLB)
c.
Cadangan untuk Kepentingan Umum (DCKU)
Untuk lebih jelasnya, masing-masing akan diuraikan
sebagai berikut :
a. Koefisien
Dasar Bangunan (KDB)
Koefisien Dasar Bangunan (KDB), menunjukkan luas dasar
(footprint) bangunan maksimum yang boleh dibangun dibanding luas kavling. KDB
tidak boleh melebihi rasio maksimum yang diperbolehkan seperti terlihat pada
gambar kadaster yang terlampir dalam PPJD. Persentase KDB berbeda menurut
lokasi, luas dan bentuk kavling akan ditentukan dalam Gambar Kadaster oleh
Pengembang.
b.
Koefisien
Luas Bangunan (KLB)
Koefisien Luas Bangunan (KLB) ini menunjukkan
luas keseluruhan bangunan yang boleh dibangun disbanding luas tanah. KLB tidak
boleh melebihi standar yang ditentukan oleh pengembang, rasio KLB berbeda
menurut lokasi, luas dan bentuk kavling.
c. Cadangan untuk Kepentingan Umum (DCKU)
Daerah
Cadangan untuk Kepentingan Umum (DCKU), adalah daerah dimana pengembang berhak
untuk menetapkan jarak maksimum bebas bangunan yang terdapat pada sepanjang
batas belakang atau depan sebagai cadangan jalur utilitas.
Berkaitan dengan hal
tersebut beberapa kavling akan mempunyai bak control (Inspection Chamber = IC),
yang harus dapat dicapai oleh pengembang dan/ atau pengelola dan/ atau pejabat
pemerintah yang berwenang, guna pemeliharaan system tersebut. Apabila system tersebut
memerlukan perbaikan, maka pembeli harus mengizinkan pekerja dari
instansi-instansi tersebut untuk melakukan perbaikan yang diperlukan. (Adrian
Sutedi, SH.,MH. Hal. 227).
3.
Pengurusan Izin Mendirikan Bangunan
(IMB)
Pengaturan
dalam pemberian izin pendirian dan penggunaan bangunan dilakukan untuk menjamin
agar pertumbuhan fisik perkotaan dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi
secara keseluruhan, tidak menumbulkan kerusakan penataan kota tersebut. Oleh
karenanya maka setiap akan membangun harus mengurus dulu Izin Medirikan
Bangunan (IMB). Sedangkan pada saat akan menggunakan bangunan juga harus lebih
dahulu memperoleh Izin Penggunaan Bangunan (IPB).
Mengapa
mendirikan bangunan dan menggunakannya itu
membutuhkan IMB dan IPB ? Dalam hal ini ada beberapa alasan, yaitu :
a. Agar
tidak menimbulkan gugatan fihak lain setelah bangunan berdiri, untuk itu
sebelum mendirikan bangunan harus ada kejelasan status tanah yang bersangkutan.
b. Lingkungan
kota memerlukan penataan dengan baik dan teratur, indah, aman, tertib, dan
nyaman. Untuk mencapai tujuan itu penataan dan pelaksanaan pembanguna bangunan
di perkotaan harus isesuaikan dengan
Rencana Tata Ruang Kota.
c. Pemberian
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) juga dimaksudkan untuk menghindri bahaya secara
fisik bagi penggunaan bangunan. Untuk itu dibutuhkan rencana bangunan yang
matang dan memenuhi standr/ normalisasi teknis bangunan yang telah diteapkan
yang meliputi arsitektur, kontruksi dn intalainya.
d. Pemantauan
terhadap standar/normalisasi teknis banguna melalui izin Penggunaan Bangunan
diharapkan dapat mencegah bahaya yang mungkin timbul.
Tentang
pelayanan penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), sebenarnya dapat dilakukan
dengan pola pelayanan satu atap, yaitu pola pelayanan pemberian izin yang
dilakukan secara terpadu pada satu tempat/lokasi oleh beberapa instansi
pemerintah yang terlibat dalam proses penerbitan Izin Mendirikan Bangunan
(IMB), misalnya Dinas Tata Kota, BPN, Tim arsitektur, dan sebagainya
4.
Pelayanan Izin
Membangun Bagi Pemerintah Daerah dalam Era Otonomi Daerah
Di
dalam Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
63/KEP/M.PAN/7/2003, tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik,
telah digariskan bahwa keterpaduan sistem penyelenggaraan pelayanan melalui
jaringan informasi on-line harus
dikembangkan dengan penyediaan data dan informasi sehinga penyelenggaraan
pelayanan dapat dilakukan secara tepat, akurat dan aman
Dalam
hal ini ada 4 (empat) kondisi yang memacu arah perbaikan mutu pelayanan
masyarakat, yaitu :
a.
Lingkungan yang berkembang dan tuntutan
masyarakat juga meningkat seiring dengan kondisi dan kwalitas hidup masyarakat.
b.
Kuatnya sector swasta mencari lokasi
tempat usaha (gedung) untuk merebut pangsa pasar di dalam memasarkan produk
barang dan jasanya di suatu wilayah.
c.
Perkembangan teknologi yang dapat
memeberikan layanan terbaik dengn komunikasi yang lebih luas dan mudah.
d. Tuntutan
masyarakat yang semakin besar untuk memperoleh layanan public yang berkwalitas,
efisien dan efektif.
Dalam hal ini ada beberapa
pemikiran, anatara lain :
a.
Banyaknya rekomendasi dan izin yang
harus dipenuhi untuk memperoleh IMB, seperti untuk membangun lokasi saha, maka
diperlukan rekomendasi AMDAL, dinad tata ruang dan lain sebagainya.
b. Belum
adanya system pelayanan satu atap secar menyeluruh, baik mengenai personilnya,
kantor/tempat pelayanannya, peralatan dan lain sebagainya.
5. Pembangunan Proyek-Proyek
Pemerintah
Pelaksanaan proyek-proyek pemerintah
dilapangan sering berbenturan dengan kepentingan individu dan masyarakat, yang
kemudian sampai ke PTUN.
Yang
menjadi persoalan adalah, mungkinkah dilakukan penundaan atas proyek karena
menunggu putusan PTUN?, Dapatkah proyek-proyek tersebut dikategorikan
kepentingan umum ?. Bagaimana nasib kerugianyang diderita penggugat akibat
pelaksanaan proyek tersebut ?.
Mengingat
bahwa proyek-proyek tersebut pendanaannya adalah terkait dengan disiplin
anggaran negara, maka jika terjadi penundaan akan berdampak pada perencanaan
dan mata anggaran tersebut, apalagi jika tidak selesai tepat waktu, maka
anggaran akan hangus. Lalu siapa yang rugi ?. Yang rugi jelas pertama-tama
adalah negara, kemudian developer dan yang terakhir adalah masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar