PERINTIS DAN PENEMU HUKUM ADAT
A. Perintis Hukum Adat
Penemuan Hukum
Adat itu berangsur terjadi dalam abad ke 19 dan awal abad ke 20. Van
Vollenhoven menyebut periode sampai tahun 1865 sebagai “Westerne Verkenning” (Penyelidikan lapangan yang dilakukan oleh
orang-orang Barat), yaitu masa penyelidikan dan studi Hukum Adat yang berasal
dari dunia Barat.
2.1.1.1.1.
Marsden
Marsden adalah seorang Ingris yang
menjadi pegawai Pangreh Praja Hindia-Inggris. Pada tahun 1783 dia menulis suatu
diskripsi tentang Sumatra pada ahir abad 18, yang dipublikasikan dalam sebuah
buku berjudul “The History of Sumatra”, yang berisi keterangan tentang
pemerintahan, hukum dan adat- istiadat dari penduduk Bumi Putra.
2.1.1.1.2.
Muntinghe
Muntinghe
adalah seorang Belanda yang berturut-turut menjadi Sekretaris Gubernemen,
Sekretaris Jendral dari Gubernur Jenderal Daendels, ketua H.G.H.
(Hooggerechtshof), Pembantu Refles, Pembantu Komisaris Jenderal dan akhirnya
anggota Raad van Indie (Dewan Hindia-Belanda). Dialah yang berjasa menemukan
desa Jawa, sebagai suatu persekutuan hukum (Rechtsgemeenschap) yang asli dengan
organisasi sendiri dan hak-hak sendiriatas tanah. Dia juga orang Belanda
pertama yang memakai istilah “Adat” tetapi belum mengenai “Adatrecht”.
2.1.1.1.3.
Raffles
Raffles
mencampu-adukkan Hukum Agama dengan hukum Bumi Putra. Kitab suci Al-Qur’an
dipandang sebagai sumber hukum di Jawa. Dia memperoleh bahan-bahan mengenai
hukum adat yang hidup dimasyarakat Jawa itu terutama dari daerah-daerah
kerajaan yang disitu justru hukum rakyat didesak dan dikaburkan oleh hukum
Raja, jadi dia tidak dapat mencatat hukum rakyat yang hidup.
2.1.1.1.4.
Crawfurd
Crawfurd
melihat hokum Agama itu hanya bagian kecil dari hukum adat. Berarti dia adalah
orang pertama yang tidak melakukan kesalahan identifikasi, yaitu yang
menganggap bahwa hukum agama identik dengan hukum adat. Karyanya sepenuhnya
memperhatikan hokum tanah adat.
2.1.1.1.5.
Van Hogendorp
Menurut dia
menyelidiki suatu bidang hokum rakyat yang penting di Jawa adalah hak milik
bumi putra atas tanah.
2.1.1.1.6.
Jean Chretien Baud
Jean Chretien
Baud ini pernah menjadi Gubernur Jendral kemudian menteri jajahan. Pada tahun 1829 dia diberi kesempatan
untuk melindungi hak ulayat desa. Dia
tidak mau menerima Domeinleer (ajaran Domein), yaitu ajaran yang mengatakan
bahwa semua tanah adalah milik Negara. Penduduk dapat memakai tanah,
tetapi dengan ijin Negara.
B.
Penemu Hukum
Adat
Dari para perintis dan pemerhati
hukum adat yang telah melakukan penelitian dan pengamatan tentang masyarakat
adat di Indonesia ,
dapat dicatat beberapa nama yang disebut sebagai Trio Penemu Hukum Adat, mereka
itu adalah : Wilken, Liefrinck dan Snouck Hurgronye . Lebih jauh tentang mereka
akan dipaparkan sebagai berikut :
1.
Wilken
Wilken datang di Indonesia sebagai pegawai Pangreh Praja Belanda,
mula-mula di Buru , kemudian di Gorontalo dan
Minahasa Barat, selanjutnya di Sipirok Mandailing. Dia membukukan tentang
segala hal di daerah-daerah tersebut, seperti tentang hak hutan di Buru , Hak tanah hakullah di Sipirok, tentang agraria di
Minahasa dan lain sebagainya. Dia bukan
spesialis Hukum Adat, tetapi sebagai pengajar Ethnologi di Fakultas
Sastra, Jasanya terhadap hukum adat adalah dia yang pertama kali memberikan
tempat tersendiri pada hukum adat yang terpisah dari hukum agama. Jadi adalah
salah satu Ontdekker (penemu) Hukum Adat.
Pada tahun 1912 semua karangan
Wilken dikumpulkan oleh van Ossenbruggen dalam buku “De Verspreide Geschriften”
(Karangan-karangan yang tersebar). Kemudian tahun 1926 diterbitkan kembali
dengan judul “Opstellen over Adat-recht” (Karangan-karangan tentang Hukum
Adat).
2. Liefrinck
Liefrinck sebagai
pegawai Pangreh Praja Belanda di Indonesia yang bertugas di lapangan hukum. Dia
juga memberikan tempat tersendiri kepada hukum adat dan membatasi
penyelidikannya pada lingkungan tertentu saja yaitu Bali dan Lombok .
Pada tahun 1927 tulisan-tulisannya
dikumpulkan oleh van Eerde dalam ” Bali en Lombok” dengan sub judul
”geschiften”.
3. Snouck Hurgronye
Snouck Hurgronye adalah
seorang sarjana sastra yang menjadi politikus. Dia dikirim ke Indonesia pada
tahun 1889 untuk mempelajari bahasa-bahasa Timur dan hukum Islam, pada tahun
1893 dan 1894 menerbitkan buku ” De Atjehers” terdiri dari 2 jilid dan pada
tahun 1903 menerbitkan buku ”Het Gajoland” yang artinya ”negeri Gayo” (Imam
Sudiyat, Azas-azas Hukum Adat, hal. 51).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar