Perizinan di Bidang Ketenagakerjaan
1. Hal-hal Umum Tentang
Ketenagakerjaan
Dalam
kehidupan ini manusia mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam, untuk dapat
memenuhi semua kebutuhannya tersebut manusia dituntut untuk bekerja. Baik
pekerjaanyang diuasahan sendiri maupun bekerja pada orang lain. Pekerjaan yang
diuasahakan sendiri, maksudnya adalah bekerja atas usaha modal dan tanggung
jawab sendiri. Sedangkan bekerja pada orang lain maksudnya adalah bekerja
dengan bergantung pada orang lain, yang member perintah dan mengutusnya, karena
ia harus tunduk dan patuh pada orang lain yang memberikan pekerjan tersebut
(Zainal Asikin et.all, 193. Hal.1).
Pengertian
tenaga kerja dan pekerja itu sendiri disebutkan dalam pasal 1 Undang-Undang
Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003,
sebagai berikut :
Tenaga
kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan
guna menghasilkan barang dan/atau jasa
baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat.
Pekerja/buruh,
adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk
lain.
Jadi pada dasarnya bahwa pada hukum ketenagakerjaan itu ada
beberapa unsur, yaitu :
a.
Adanya serangkaian peraturan baik
tertulis maupun tidak tertulis;
b.
Peraturan tersebut mengani suatu
kejadian;
c.
Adanya orang (buruh/pekerja) yang
bekerja pada fihak lain (majikan);
d. Adanya
upah.
Pada
saat orang bekerja pada orang lain itulah dibutuhkan aturan hukum. Demikian
pula orang yang memperkerjakan orang lain juga harus mempunyai izin. Itulah
sebabnya diatur bagaimana izin itu dalam hal ketenagakerjaan.
2. Landasan Hukum Kewenangan
Kewenangan yang
diberikan kepada daerah kota dan kabupaten , seperti yang digariskan dalam UU
Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintah Daerah, kemudian pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Profinsi, dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/ Kota. Kewenangan
pemerintah Provinsi dan Pemertintah Kabupaten/Kota meliputi urusan wajib dan
urusan pilihan.
Urusan wajib yang harus dilaksnakan
oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/ Kota adalah :
a.
pendidikan;
b.
kesehatan;
c.
lingkungan hidup;
d.
pekerjaan umum;
e.
penataan ruang;
f.
perencanaan pembangunan;
g.
perumahan;
h.
kepemudaan dan olah raga;
i.
penanaman modal;
j.
koperasi dan usaha kecil menengah;
k.
kependudukan dan catatan sipil;
l.
ketenagakerjaan;
m.
ketahanan pangan;
n.
pemberdayaan perempuan dan perlindungan
anak;
o.
keluarga berencana dan keluarga
sejahtera;
p.
perhubungan;
q.
komunikasi dan informatika;
r.
pertanahan;
s.
persatuan bangsa dan politik dlam
negeri;
t.
otonomi
daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah,
kepegawaian, dan persandan;
u.
Pemberdayaan masyarakat dan desa;
v.
Sosial;
w.
kebudayaan;
x.
statistic;
y.
kearsipan;
z. perpustakaan
(Pasal 7 ayat (2) Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Profinsi, dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/ Kota)
Adapun urusan
pilihan yang dapat diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/ Kota adalah :
a.
kelautan dan perikanan;
b.
pertanian;
c.
kehutanan;
d.
energy dan sumber daya mineral;
e.
pariwisata;
f.
industry;
g.
perdagangan;
h.
ketransmigrasian. (Pasal 7 ayat (4)
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Profinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/
Kota).
Berdasarkan
rincian kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam bidang ketenagakerjaan,
perizinan hanya merupakan bagian kecil saja dari tugas pemerintah
kabupaten/kota, yaitu :
1.
Penyelenggara perizinan/pendaftaran
lembaga pelatihan serta pengesahan kontrak/perjanjian magang dalam negeri.
2.
Penerbitan dan pengendalian izin
pendirian Lembaga Bursa Kerja/ LPTKS dan Lembaga Penyuluhan dan Bimbingan
Jabatan skala kabupaten/kota.
3.
Penerbitan rekomendasi untuk perizinan
pendirian LPTKS dan Lembaga Penyuluhan dan Bimingan Jabatan yang akan melakukan
kegiatan skala kabupaten/kota.
4.
Pemberian rekomendasi kepada swasta dalam
penyelenggaraan pameran bursa kerja (job
fair) skala kabupaten/kota.
5.
Penyelenggaraan perizinan/pendaftaran
lembaga pelatihan serta pengesahan kontrak/perjanjan magang dalam negeri.
6.
Penerbitan rekomendasi izin operasional
TKS Luas Negeri, TKS Indonesia, lembaga sukarela Indonesia yang akan beroperasi
pada 1 (satu) kabupaten/kota.
7.
Penerbitan IMTA perpanjangan untuk TKA
yang lokasi kerjanya dalam wilayah kabupaten/kota.
8.
Penerbitan rekomendasi izin pendirian
kantor cabang PPTKIS di wilayah kabupaten/kota.
9.
Penerbitan rekomendasi paspor TKI di
wilayah kabupaten/kota berdasarkan asal/alamat calon TKI.
10.
Penerbitan rekomendasi perizinan
tempat penampungan di wilayah
kabupaten/kota.
11.
Penerbitan izin operasional perusahaan
penyedia jasa pekerja/buruh yang berdomisili di kabupaten/ kota dan pendaftaran
perjanjian pekerjaan antara perusahaan pemberi kerja dengan perusahaan penyedia
jasa pekerja/buruh yang skala berlakunya dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota.
12.
Pencabutan izin operasional perusahaan
penyedia jasa pekerja/buruh yang berdomisili di wilayah kabupaten/kota atas
rekomendasi pusat dan atau provinsi.
13. Penerbitan/rekomendasi
(izin) terhadap obyek pengawasan ketenagakerjaan sekala kabupaten/ kota.
Apapun
bentuknya, yang jelas semua peraturan yang berhubungan dengan tenaga kerja ini
diarahkan pada “mewujudkan kesejahteraan buruh” dan “keberlangsungan usaha”.
Oleh karenany, maka perizinan harus mampu menjadi instrument hukum pengendalian
berbagai penimpangan yang mungkin ditimbulkan oleh pengusaha maupun birokrat.
Persoalannya
adalah, perizinan yang bagaimanakah yang mampu mewujudkan kesejahteraan buruh
dan sekaligus menjamin kelangsungan usaha?.
Dalam hal ini ada beberapa syarat
yang harus dipenuhi, antara lain :
·
Perda ketenagakerjaan harus mampu
mengakomodasi kepentingan buruh dan kepentingan pengusaha. Kepentingan buruh
adalah mendapatkan upah atau kesejahteraan, sedangkan kepentingan pengusaha
adalah kemajuan usaha.
·
Memperkuat pengawasan terhadap izin-izin
yang dikeluarkan oleh pemerintah.
·
Optimalisasi pelayanan ketenagakerjaan
yang dilakukan oleh Disnaker. Pelayanan ini meliputi proses perizinan.
3. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
(PAD)
Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah salah satu
indicator kesiapan daerah dalam menjalankan kebijakan otonomi. Apalagi otonomi
telah memberikan keleluasaan dalam kewenangan, penataan orgnisasi, dan
pengelolaan keuangan.
Dalam hal ini yang harus diperhatikan adalah bahwa
pengenaan pajak dan retribusi hendaknya seiring dengan tingkat pendapatan
masyarakat eta pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah.
Dalam upaya meningkatkan PAD, hal-hal
yang harus diperhatikan antara lain :
a.
Intensifkan pemungutan pajak daerah;
b.
Retribusi diarahkan pada pelayanan
pemerintah yang bersifat final (final
good) dan bukan pada pelayanan yang bersifat intermediary (Intermediary service);
c. Tingkatkan
akuntabilitas pengelolaan pendapatan asli daerah.
4. Perizinan sebagai Usaha Mendorong
Iklim Usaha
Perizinan merupakan instrument kebijakan pemerintah untuk
melakukan pengendalian atas eksternalitas negatif yang mungkin ditimbulkan oleh
aktifitas sosial maupun ekonomi. Izin juga merupakan instrument untuk alokasi
barang publik secara efisien dan adil, mencegah asimetri informasi, dan
perlindungan hukum atas kepemilikan atau penyelenggaraan suatu kegiatan.
Sebuah mekanisme perizinan harus mempertimbangkan
keseimbangan antara kepentingan publik dengan kepentingan individu. Pemerintah
harus mempertimbangkan apakah sbuah bentuk perizinan akan mendestorsi pasar
atau tidak.
Dalam rangka upaya terwujudnya hal
diatas, kebijakan perizinan oleh pemerintah harus memperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
a.
Dasar rasionalitas ditetapkannya
berbagai jenis perizinan;
b.
Lembaga yang bertugas memproses izin;
c.
Beban biaya untuk mendanai lembaga yang
memproses perizinan;
d.
Proses perumusan dan pengambilan
keputusan kebijakan perizinan.
Selanjutnya untk
meningkatkan kinerja pemerintah daerah dalam penetapan dan pelaksanaan
kebijakan perizinan, pemerintah daerah perlu melakukan hal-hal, antara lain :
a.
dalam formulasi kebijakan perizinan
hendaknya melibatkan seluruh fihak yang berkepentingan (stakeholders) dengan perizinan;
b.
dalam menetapkan kebijakan perizinan
hendaknya rasionalitas dari ditetapkannya perizinan dikemukakan secara jelas
dan spesifik;
c.
kembalikan fungsi perizinan sebagai
insrumen pengendalian dan pengawasan;
d.
hilangkan ego sektoral pada sector
perizinan;
e.
tingkatkan kapasitas anggota DPRD dan
pejabat pemerintah dalam kebijakan dan pelaksanaan kebijakan perizinan;
f.
tindak tegas aparat yang menyalahgunakan
jabatan untuk kepentingan pribadi;
g.
kembangkan sector swasta yang mengurus
hal-hal teknis dalam sector perizinan;
h. tatanan
pemerintahan yang baik hanya akan terjadi bila ada organisasi masyarakat sipil
dan asosiasi bisnis yang kuat dan sehat.